Raja Monyet Yang Berhati Mulia
Di tepi sungai Gangga, ada sebatang pohon mangga yang tinggi dan besar. Di sekitar pohon itu, hidup delapan puluh ribu ekor monyet. Mereka dipimpin raja mereka yang bertubuh besar. Di tepi sungai itu
tumbuh sebatang pohon mangga yang besar dan tinggi.
Monyet-monyet itu makan mangga ketika sudah
masak. Raja mereka memperingatkan, jangan sampai ada buah mangga yang jatuh ke
sungai. Karena mangga yang jatuh ke sungai akan terbawa arus ke pemukiman
manusia. Manusia akan mencari asal buah itu dan menemukan kerajaan monyet itu. Mereka
akan mengganggu ketentraman para monyet.
Pada suatu hari, tanpa sepengetahuan mereka, satu
tangkai mangga yang tersembunyi di belakang sarang semut jatuh ke sungai dan
hanyut ke selatan, ke kota Benares.
Nelayan menemukan buah itu di jaring mereka, dan
menyerahkannya kepada raja Brahmadutta yang sedang mandi di sungai Gangga. Raja
menanyakan apa nama buah itu dan dari mana asalnya, tapi tentu saja para
nelayan tidak tahu. Mereka hanya tahu buah itu terbawa aliran sungai.
Mereka mengupas mangga-mangga itu dan raja
memakannya bersama permaisuri dan para menteri. Raja sangat menyukai rasa buah
yang keemasan dan manis itu. Ia ingin mencari pohonnya.
Raja memerintahkan untuk membuat beberapa perahu..
Raja ditemani beberapa prajurit dan nelayan berlayar ke arah hulu sungai untuk
mencari pohon mangga.
Cukup lama mereka berlayar hingga menemukan
pohon mangga itu. Raja menikmati buah mangga sepuasnya. Malam itu raja
berbaring di dekat api unggun di bawah pohon mangga.
Tengah malam tiba, para monyet datang dan
mengambil semua mangga yang masih ada di pohon. Suara mereka membuat raja
terbangun. Raja segera memerintahkan prajurit untuk menembak beberapa monyet.
Monyet lari dan melapor kepada raja mereka. Raja
monyet mengambil sebatang bambu panjang. Ia mengikat ujung bambu ke sebatang pohon
dan mengikatkan ujung yang satu lagi ke
tubuhnya sendiri.
Raja monyet lalu melompat ke pohon mangga, sehingga bambu itu
menjadi jembatan. Tapi bambu itu kurang panjang, sehingga raja monyet harus
berpegangan pada pohon mangga dengan bambu terikat di tubuhnya.
Raja monyet memerintahkan seluruh rakyatnya naik
ke punggungnya dan menyeberang melalui bambu itu. Delapan puluh ribu ekor
monyet menyeberang satu per satu melalui punggung raja monyet dan pergi ke
tempat yang aman.
Seekor monyet yang selama ini tidak menyukai
rajanya, sengaja melompat ke punggung raja monyet sehingga punggung raja patah.
Kemudian lari ke seberang. Beberapa monyet di belakang monyet jahat itu mengerumuni raja mereka yang terluka, tapi raja monyet memaksa mereka pergi. Ia menunggu sampai semua monyet menyeberang dan tetap berpegangan pada pohon mangga.
Raja Brahmadutta melihat seluruh kejadian itu
dan memerintahkan prajuritnya untuk menurunkan raja monyet. Ia memerintahkan
prajuritnya untuk membersihkan tubuh raja monyet dan membungkusnya dengan kain
kuning yang lembut.
“Aku menyesal membuatmu celaka," kata raja Brahmadutta. "Tapi mengapa kau melakukan itu? Kau bisa menyelamatkan dirimu sendiri.”
“Aku pembimbing dan pemimpin mereka,“ kata raja
monyet. “Mereka itu anak-anakku. Sudah menjadi tugasku untuk menjaga keselamatan
mereka.”
“Tuanku, sebagai raja, kau pun harus
memperhatikan kesejahteraan seluruh
rakyatmu,” kata raja monyet, “walaupun untuk itu kau harus mengorbankan dirimu
sendiri.”
Setelah mengatakan itu, raja monyet meninggal
dengan tenang. Raja Brahmadutta tertegun. Betapa bijaknya raja
monyet.
Atas perintah raja Brahmadutta, raja monyet dimakamkan dengan upacara
pemakaman seperti raja-raja. Raja juga mendirikan tugu peringatan untuk raja
monyet.
Ketika raja kembali ke Benares, ia juga
mendirikan tugu untuk raja monyet dan menceritakan kisah monyet yang berhati
mulia itu kepada rakyatnya. Raja Brahmadutta tidak pernah melupakan kata-kata
terakhir raja monyet. Ia memimpin rakyatnya dengan bijaksana dan selalu memperhatikan
kebutuhan mereka.
Gambar: http://ecx.images-amazon.com/images/I/81Myqp1e4SL._SL500_AA300_.png
Singa Besar dan Kelinci Kecil
Dahulu
kala hidup seekor singa besar di hutan. Tiap hari ia berburu dan membunuh
banyak hewan untuk dimakan. Hewan lain khawatir bahwa lama-lama tidak ada lagi
hewan yang selamat. Mereka memutuskan untuk menemui sang singa.
Ketika
singa melihat hewan-hewan mendatanginya, ia sangat gembira. Dikiranya tak perlu
lagi susah payah berburu. Ia akan membunuh semua hewan itu sekaligus.
Para
hewan itu memohon agar diperbolehkan bicara dulu. “Tuan
singa,” kata salah satu hewan, “kau raja kami dan kami rakyatmu. Kalau kau
membunuh kami semua, kau tidak punya rakyat lagi. Selain itu, bila tidak ada lagi hewan
di hutan ini, tuanku harus berburu ke tempat yang jauh”
“Ijinkan
kami mengirimkan persembahan kepadamu, tuan,” lanjutnya. “Tiap hari satu dari
kami akan datang kepadamu.”
Singa
setuju, dengan satu syarat. Bila pada suatu hari hewan-hewan itu tidak
mengirimkan santapan untuknya, ia akan membunuh mereka semua.
Sejak
saat itu, tiap hari seekor hewan datang ke sarang singa. Singa sangat senang.
Pada
suatu hari, tibalah giliran seekor kelinci kecil untuk pergi kepada singa.
Kelinci itu berpikir dan berpikir agar tidak menjadi santapan singa. Ia membuat
rencana yang akan menyelamatkan dirinya dan juga hewan-hewan lain di hutan itu.
Kelinci
pergi ke sarang singa. Ia sengaja datang terlambat. Singa berjalan mondar
mandir di sarangnya. Ia sudah lapar sekali dan santapannya belum datang. Ia tambah
marah ketika melihat hanya seekor kelinci kecil yang datang.
“Tuanku
jangan marah,” kata kelinci takut-takut. “Sebenarnya aku datang bersama
saudara-saudaraku. Kami berenam.”
“Enam?”
geram singa. “Ke mana lima kelinci itu? Mengapa hanya kau yang datang ke sini?”
“Ketika
kami pergi ke mari,” kata kelinci. “kami diserang seekor singa yang besar dan
kuat. Hanya aku yang dilepaskannya.”
“Mengapa
kau dilepaskan?” tanya singa
“Singa
itu menyuruhku menyampaikan pesan kepadamu, tuan,” kata kelinci. “Ia
menantangmu untuk membuktikan siapa raja hutan yang sebenarnya.”
“Apa?” geram singa. “Di mana singa itu?
Tunjukkan kepadaku!”
Kelinci
kecil itu membawa singa ke sebuah sumur.
"Singa itu ada di sana, tuanku.”
Singa
melongok ke dalam sumur dan melihat bayangannya di air sumur. Ia mengira
bayangannya adalah singa yang
menantangnya. Ia menggeram. Suara geramannya terpantul di dinding sumur
sehingga terdengar lebih keras dan menyeramkan. Singa segera melompat ke dalam
sumur. Kepalanya terbentur keras pada batu besar dan ia tenggelam.
Kelinci segera pergi menemui hewan-hewan lain
untuk mengabarkan bahwa singa yang kejam itu sudah mati.
Gambar adalah prangko yang diterbitkan negara India berdasarkan cerita ini
Pak Kasim dan Ular
Pak Kasim dan isterinya tinggal di tepi hutan. Mereka
berdua saja karena tidak mempunyai anak.Tiap hari pak Kasim mencari kayu bakar di
hutan untuk dijual atau ditukar dengan barang kebutuhan lainnya.
Suatu siang, pak Kasim yang sudah mengumpulkan kayu
sejak pagi, beristirahat di bawah pohon yang rindang. Tiba-tiba terdengar
suara, “Tolong! Tolong keluarkan aku.”
Pak Kasim mencari asal suara itu dan melihat sebatang
pohon yang tumbang menutupi sebuah lubang besar. Pak Kasim mengintip ke dalam
lubang dan melihat seekor ular besar berusaha mendorong pohon tumbang itu.
Pak Kasim takut dan bermaksud pergi saja dari situ.
Tapi ular itu memanggilnya, “Jangan takut. Aku tidak akan menyakitimu.“
Pak Kasim ragu-ragu. Tapi ular itu berbicara lagi. “Tolong
pindahkan pohon ini agar aku bisa ke luar. Aku akan mamberikan apa saja yang
kauminta.”
Pak Kasim mendorong batang pohon sehingga ular itu bisa
ke luar dari lubang.
“Sekarang katakan apa yang kau inginkan.” kata ular.
“Aku orang miskin,” kata pak Kasim. “Aku ingin menjadi
kaya.”
“Baiklah,” jawab ular. “Pulanglah.”
Pak Kasim pulang dan rumahnya yang reyot sudah menjadi
gedung yang megah. Bahkan isterinya mengenakan pakaian dan perhiasan yang
indah. Di meja makan sudah tersedia makanan yang lezat. Sekarang Pak dan Bu
Kasim menikmati hidup sebagai orang kaya, bahkan tanpa harus bekerja.
Tak lama kemudian, para tetangga mulai membicarakan
pasangan yang mendadak menjadi kaya raya
itu.
Bu Kasim merasa tidak enak. “Pak,” katanya kepada
suaminya. “Tetangga membicarakan kita. Katanya kira merampok sehingga menjadi
kaya.”
“Biarkan saja, bu.” Kata Pak Kasim. “Mereka hanya iri.”
Beberapa hari kemudian, Bu Kasim berkata, “Kita memang
kaya dan hidup enak, tapi aku tidak suka karena orang-orang justeru mengejek
kita.”
“Pergilah menemui ular itu lagi, pak. Mintalah agar mereka
menghormati kita.”
Pak Kasim pergi ke lubang ular itu dan menceritakan apa
yang terjadi.
“Baiklah,” kata ular. “Pulanglah. Kau sudah menjadi
raja sekarang. Tapi ingat, kau harus menjadi raja yang adil dan bijaksana.”
Pak Kasim pulang. Baru saja ia masuk ke rumah, ada
orang mengetuk pintunya. Ternyata beberapa pengawal berdiri di depan rumahnya. Mereka
menceritakan bahwa raja telah turun tahta dan menjadi pertapa. Sekarang mereka
ingin pak Kasim menjadi raja.
Pak Kasim dibawa ke istana dan dinobatkan menjadi raja.
Bu Kasim menjadi permaisuri. Semua orang menghormati mereka dan melakukan semua
perintah mereka.
Pada suatu hari, permaisuri ingin memakai gaun
kesayangannya. Tapi baju itu belum kering setelah dicuci. Permaisuri kesal.
Esok harinya, matahari bersinar terik sekali. Permaisuri
kepanasan. Ia pergi ke kolam di istana bersama beberapa pelayan untuk mandi. Tapi sinar
matahari membuat kulitnya terbakar.
Permaisuri menemui raja. “Pak, biar pun kita raja dan
ratu, tapi kita hanya dihormati oleh manusia. Pergilah ke ular itu dan mintalah agar
matahari mematuhi kita.”
Raja pergike hutan menemui ular dan mengutarakan
keinginannya. Ular menjadi marah.
“Pulanglah, pak Kasim,” kata ular. “Aku tak dapat
menuruti keinginanmu. Kau terlalu serakah dan mementingkan diri sendiri.”
Pak Kasim pun pulanglah ke istana. Ia merasa lega.
Setidaknya ia masih menjadi raja.
Tapi esok harinya, raja yang asli kembali dari
pertapaan. Pak Kasim dan isterinya dipersilakan kembali ke rumah mereka. Bu
Kasim tidak puas, tapi tidak dapat berbuat apa-apa.
Ketika mereka tiba di depan rumah, gedung megah mereka
sudah tidak ada lagi. Di sana hanya ada rumah tua mereka yang sudah reyot.
Tips Parenting, Langsung dari Anak-anak
Ingin tahu apa yang diinginkan anak-anak dari orang tuanya? Penulis JS Salt bertemu dengan lebih dari 1000 anak-anak berusia 6-12 tahun. Ia meminta anak-anak menulis “Bila aku dapat memberi tahu orang tuaku bagaimana cara membesarkan aku, aku akan mengatakan....”
Tulisan
anak-anak itu dirangkum dalam buku Always Kiss Me Goodnight:
Instructions on Raising the Perfect Parent — by 147 Kids Who Know, yang ditulis dengan
kata-kata anak-anak itu sendiri.
Berikut ini sebagian harapan anak-anak untuk orang tua mereka
1. Orang tuaku tidak
banyak berteriak dan membentak
2. Bangga terhadap anak walaupun nilai raportnya kurang bagus
3. Orang tua menceritakan
masa kecil mereka
4. Mengijinkan anak
menginap di rumah teman
5. Mengatakan, “Lebih
baik bila kamu melakukannya seperti ini” daripada “Cara kamu melakukannya
salah.”
6. Anak tidak ingin
dimanjakan tetapi kemudian disalahkan karena manja.
7. Hadir dalam peristiwa-peristiwa
istimewa anak.
8. Mengantar anak
berangkat tidur dan membacakan cerita.
9. Ketika orang tua
marah, selalu ingat untuk memaafkan anak
10. Jangan pernah lupa
memberi anak ciuman selamat malam.
Keinginan anak-anak
ini sederhana dan lugu tapi merupakan harapan besar dalam hati mereka agar orang tua menunjukkan kasih sayang yang tulus.
Anda dapat menujukkan
kasih sayang Anda kepada anak-anak Anda dengan:
·
Bersikap hormat kepada anak.
·
Menyediakan waktu untuk anak dan hadir dalam hidup anak
·
Menyelesaikan konflik dengan benar
·
Memberikan kepada anak kebebasan yang bertanggung
jawab
Quotation
There really are places in the heart you don't even know exist until you love a child. - Anne Lamott, Operating Instructions: A Journal of My Son's First Year
Ada tempat -tempat di hati Anda yang tidak Anda sadari kebberadaannya hingga Anda mencintai seorang anak. - Anne Lamott