Berabad-abad lalu di Jawa Barat berdiri kerajaan bernama
Pasir Batang. Di sana memerintah seorang raja yang bijaksana dan dicintai
rakyatnya bernama raja Tapa Agung.
Raja Tapa Agung memiliki dua anak, keduanya perempuan. Yang
sulung bernama Purbararang dan adiknya bernama Purbasari. Walaupun Kedua gadis
itu sama-sama cantik jelita, sifatnya bertolak belakang. Purbararang sombong
dan sering semena-mena kepada orang lain. Sementara Purbasari sopan santun dan
suka menolong.
Raja Tapa Agung merasa sudah saatnya mencari penggantinya. Karena
tidak mempunyai puter mahkota, raja ingin salah satu puterinya menjadii ratu
ketika ia wafat kelak. Walaupun Purbasari bukan anak sulung, raja memilihnya
karena sifat-sifat yang dimilikinya sangat cocok menjadi pemimpin. Purbasari
juga sangat cerdas.
Raja mengumumkan bahwa ia memilih Purbasari menjadi
penggantinya kelak. Permaisuri dan para menteri setuju dengan keputusan raja. Namun
ada orang yang merasa dirugikan bila Purbasari menjadi ratu, yaitu Purbararang
dan tunangannya, Raden Indrajaya. Purbararang tidak rela kehilangan haknya
sebagai anak sulung. Ditambah lagi dengan hasutan Raden Indrajaya yang ingin
menjadi raja.
Purbararang mencari cara agar Purbasari gagal menjadi ratu. Ia
menemui Nyi Ronde, seorang penyihir. Ia minta Nyi Ronde membantunya
menyingkirkan Purbasari. Nyi Ronde dengan senang hati membantu Purbararang
karena dijanjikan bayaran yang besar.
Beberapa hari kemudian, tubuh Purbasari dipenuhi
bercak-bercak hitam. Makin lama bercak-bercak hitam itu makin banyak dan
melebar hingga hampir seluruh tubuh Purbasari tertutup. Raja memerintahkan
memanggil banyak tabib dari seluruh negeri, tapi Tak ada yang mampu
manyembuhkan penyakit Purbasari.
Purbararang mendatangi ayahnya. “Ayahanda, sebenarnya adik
Purbasari sakit apa?” katanya. “Mengapa tidak ada tabib yang bisa mengobatinya?”
Tentu saja raja tidak dapat menjawab dan makin sedih memikirkan penyakit
Purbasari.
“Ayahanda,” kata Purbararang beberapa hari kemudian. “Apakah
adik Purbasari sakit karena kutukan? Apakah ia melakukan sesuatu kesalahan
hingga mendapat kutukan?”
Purbararang tidak pernah menuduh Purbasari, tapi selalu
bertanya kepada ayah dan ibunya sehingga raja Tapa Agung menjadi bimbang dan lambat
laun menjadi yakin bahwa Purbasari dikutuk.
Ketika Purbararang menyarankan agar Purbasari diasingkan
agar kerajaan terhindar dari kutukan yang lebih besar, raja Tapa Agung setuju.
Ia mengutus Patih Uwak Batara Lengser mengantarkan puteri kesayangannya itu ke
hutan. Patih Lengser yang juga menyayangi Purbasari menjalankan perintah raja
dengan berat hati. Ia lalu membuatkan sebuah pondok di hutan dan meninggalkan
persediaan makanan untuk Purbasari.
Purbasari tinggal di hutan sendirian. Lama kelamaan ia
bersahabat dengan hewan-hewan liar di hutan. Anehnya tak satupun hewan
mengganggunya, bahkan hewan buas pun tidak menyerangnya.
Pada suatu hari datanglah seekor lutung di depan pondok. Lutung
adalah seekor monyet berbulu hitam dan berekor panjang. Kemudian lutung itu
makin sering datang. Ia sering membawa buah-buahan segar untuk Purbasari.
Walaupun lutung itu tidak pernah bicara, Purbasari
menganggapnya sebagai sahabat. Ia sering bercerita kepada lutung tentang
asal-usulnya dan berkeluh kesah tentang penyakitnya tak kunjung sembuh.
Pada suatu hari lutung tidak muncul. Purbasari menanti-nanti
sahabatnya, tapi tak kunjung datang.
“Apakah lutung sakit? Atau mati?” hatinya bertanya-tanya.
“Apakah lutung sakit? Atau mati?” hatinya bertanya-tanya.
Beberapa hari kemudian lutung datang. Purbasari senang dan
merasa lega. Sahabatnya telah kembali.
Lutung menarik tangan Purbasari, mengajaknya masuk lebih
jauh ke dalam hutan. Tibalah mereka di sebuah danau. Lutung mendorong-dorong
Purbasari dengan lembut ke tepi danau. “Kau mau aku mandi di danau?” Purbasari
terperanjat ketika lutung mengangguk. “Baiklah. Lagipula airnya jernih sekali.”
Purbasari masuk ke danau dan berendam. Sesekali ia minum air
danau yang ternyata terasa sangat menyegarkan. Setelah puas berendam, Pubasari
mengajak lutung kembali ke pondok. Dalam perjalanan, lutung memegang tangan
Purbasari dan menunjukkannya. Kulit tangan Purbasari sudah tidak hitam, bahkan
tampak lebih bersih daripada sebelum ia sakit. Purbasari melihat kakinya. Tidak
ada tanda bahwa kakinya pernah menderita penyakit yang menjijikkan itu.
Purbasari lari ke pondok. Ia segera menutup pintu dan memeriksa seluruh
tubuhnya. Ia sudah sembuh. Purbasari sangat berterima kasih kepada lutung.
Patih Lengser sering datang menengok Purbasari dan
membawakan persediaan makanan. Ketika ia datang lagi, Purbasari bercerita bahwa
ia sudah sembuh berkat bantuan si lutung. Patih Lengser mengajaknya kembali ke
istana. Purbasari mohon agar lutung boleh ikut bersamanya.
Purbasari tiba di istana. Raja dan permaisuri sangat gembira.
Rakyat pun ikut merasa bahagia. Hanya Purbararang dan Raden Indrajaya yang
merasa kecewa. Mereka sedang mempersiapkan pesta pernikahan dan Purbararang
akan segera dinobatkan sebagai pengganti raja.
“Adik, rupanya kau sudah sembuh?” kata Purbararang pura-pura
senang.
“Iya kak, aku sudah sembuh.”
“Tapi bukan berarti kau akan jadi ratu. Ayahanda sudah
menyerahkan kerajaan ini kepadaku.”
Purbasari tidak menjawab, ia hanya mematuhi perintah
ayahnya. Baginya, tidak menjadi masalah siapa yang menjadi ratu, dirinya atau
kakaknya.
“Purbararang, aku ingin Purbasari menjadi ratu karena ia
lebih sesuai menjadi ratu,” kata raja Tapa Agung
“Kalau begitu aku dan Purbasari berlomba saja. Siapa yang
menang lomba ini, akan menjadi ratu,” kata Purbararang tanpa berpikir panjang.
“Kita berlomba saja ... ehm ... lomba apa ya?” kata Purbararang “O ya, kita berlomba siapa yang rambutnya lebih panjang!”
Purbararang tahu rambutnya pasti lebih panjang dari adiknya. Ia pun mengurai
sanggulnya. Rambutnya turun hingga mencapai betis. Purbasari diam saja. Rambutnya
hanya mencapai pinggangnya. Lutung menunduk, seolah-olah sedang berdoa. Lalu ia membuka
sanggul Purbasari. Ternyata rambut Purbasari mencapai tumitnya.
Purbararang terkejut. Tapi ia belum menyerah. “Kalau begitu
kita berlomba lagi. Siapa yang tunangannya lebih tampan, dia yang menang.” Purbararang tidak peduli
bahwa sikapnya membuatnya tampak sangat bodoh dan kekanak-kanakan.
“Lihat! Ini Raden Indrajaya tunanganku. Ia tampan sekali! Sedangkan
kau, adikku tersayang, kau bahkan tidak punya tunangan.” Purbararang tertawa
terbahak-bahak, diikuti oleh Raden Indajaya.
“Perkenalkan tunanganmu! Kalau ia lebih tampan dari
Indrajaya, kau boleh jadi ratu. Kami berdua akan pergi dari kerajaan ini.”
Tiba-tiba lutung menyembah kepada raja. “Yang mulia, saya
ingin melamar Purbasari. Mohon yang mulia memberi restu,” kata lutung Semua orang yang hadir terkejut. Lutung itu bisa berbicara.
Raja Tapa Agung berkata,”Aku memberikan restu. Tapi
keputusannya ada di tangan Purbasari,”
“Anakku, Purbasari, apakah kau mau menikah dengan lutung
ini?”
Purbasari tidak pernah menyangka akan terjadi peristiwa
seperti ini, tapi dengan mantap ia menjawab, “Ya, ayahanda. Aku mau menjadi
isterinya.”
Tiba-tiba terdengar suara gemuruh dan kilat
menyambar-nyambar. Seorang pemuda yang tampan dan gagah berdiri di samping
Purbasari. Ia jauh lebih tampan dan gagah daripada Raden Indrajaya.
Pemuda itu membungkuk di depan raja. “Yang mulia, nama saya
Sang Hyang Guruminda. Saya berasal dari kayangan. Saya melakukan kesalahan sehingga
dibuang ke hutan dan dikutuk menjadi lutung. Sebutan saya Lutung Kesarung yang
artinya lutung tersesat. Saya terbebas dari kutukan karena Purbasari mau menjadi
isteri saya.”
“Purbararang,” kata raja. “Aku sangat kecewa kepadamu. Seperti
janjimu, pergilah meninggalkan kerajaan ini sekarang juga.”
Raja menikahkan Purbasari dengan Guruminda. Beberapa tahun
kemudian, raja Tapa Agung meninggal. Purbasari dan Guruminda memerintah dengan
adil dan bijaksana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar