Dahulu kala,
hiduplah sepasang suami isteri. Setelah begitu lama menunggu, akhirnya sang
isteri mengandung. Suaminya begitu bahagia, dan bersedia mengabulkan apa saja
permintaan isterinya.
Pada suatu
hari si isteri menikmati pemandangan dari sebuah jendela di belakang rumah
mereka. Ia melihat sebuah kebun yang penuh beraneka bunga indah dan tanaman
obat-obatan. Di sudut kebun itu ia melihat tanaman berbunga kebiruan yang
indah.
Ketika
kandungan si isteri makin besar, ia jatuh sakit dan ingin sekali makan bunga
kebiruan yang pernah dilihatnya di kebun tetangganya. Ia meminta suaminya
untuk mengambil bunga itu. Suaminya ragu dan menawarkan makanan lain untuk menggantikan bunga itu. Isterinya tampak pucat dan lemah. Ia berkata, “Kalau
aku tidak makan bunga itu, aku akan mati.”
Kebun di
belakang rumah mereka sangat terawat itu dikelilingi dinding yang tinggi.
Bahkan seandainya kebun itu tidak dipagari dinding pun, orang enggan
memasukinya, karena kebun itu milik seorang wanita penyihir bernama Dame Gothel.
Sang suami tahu bahwa satu-satunya cara mendapatkan bunga itu hanyalah dengan
mencurinya, karena penyihir itu takkan mau memberikannya.
Malam itu,
sang suami memanjat masuk ke kebun dan mengambil beberapa bunga dan
memberikannya kepada isterinya. Si isteri mengolah bunga-bunga itu menjadi
salad dan memakannya dengan lahap. Setelah selesai makan, si isteri meminta
suaminya mengambil bunga itu lagi, karena sekarang
Sang suami
kembali memanjat dinding kebun. Ketika kakinya menginjak kebun, ia berhadapan
dengan Dame Gothel.
“Beraninya
kau,” kata Dame Gothel dengan marah, “masuk ke kebunku dan mencuri bungaku?”
“Isteriku
melihat bungamu dan sangat menginginkannya, sehingga ia akan mati bila tidak
dapat memakannya,” kata pria itu. “Mohon ampunilah kami.”
Amarah
penyihir itu mereda. “Baiklah,” katanya. “Kau boleh mengambil bunga biru itu
sebanyak kausuka, dengan syarat, kau harus memberikan anak yang akan
dilahirkan isterimu kepadaku. Aku akan merawatnya seperti anakku sendiri.”
Ketika sang
isteri melahirkan, penyihir itu langsung muncul. Ia memberi bayi perempuan
itu Rapunzel, sesuai nama bunga biru yang dimakan oleh ibunya. Ia kemudian
pergi membawa bayi itu.
Rapunzel
tumbuh menjadi anak yang sangat cantik. Dame Gothel mengaku sebagai ibunya
dan tidak mengijinkan Rapunzel bertemu dengan seorang pun. Ketika Rapunzel
berusia duabelas tahun, Madam Gothel mengurungnya dalam sebuah menara di
tengah hutan. Menara itu tidak memiliki pintu, hanya sebuah jendela kecil di dekat
puncaknya. Ketika penyihir itu ingan masuk ke menara, ia berdiri di bawah
jendela itu dan berteriak:
“Rapunzel, Rapunzel,
Turunkan rambutmu untukku.”
Rapunzel mempunyai rambut yang sangat panjang, indah seperti emas. Ia
mengaitkan rambutnya di sebuah kaitan pada jendela, dan membiarkan rambutnya
jatuh ke bawah di luar menara. Sang penyihir kemudian memanjat rambut
Rapunzel ke jendela yang sangat tinggi letaknya itu.
Pada suatu hari, seorang pangeran melewati menara itu. Ia mendengar seseorang
menyanyi. Suara nyanyian itu membuatnya terpesona. Ia mendengarkan dan
mencari sumber suara merdu itu. Pangeran itu yakin bahwa nyanyian itu berasal
dari dalam menara, tapi ia tidak dapat menemukan pintu pada menara, dan tidak
menemukan seorang pun di sekitar menara. Satu-satunya jendela yang ada sangat
tinggi letaknya dan tidak mungkin ia memanjat untuk mencapainya.
Pangeran akhirnya pulang ke istananya, tapi ia tidak dapat melupakan
suara indah yang didengarnya. Ia sering datang ke dekat menara, untuk
mendengarkan suara merdu itu sambil mencari cara agar dapat bertemu dengan
penyanyinya.
Pada suatu hari ia sedang mendengarkan Rapunzel menyanyi. Tiba-tiba ia
melihat seorang wanita tua mendatangi menara dan berteriak,
“Rapunzel, Rapunzel,
Turunkan rambutmu untukku.”
Tiba-tiba kepang
rambut yang sangat panjang dan berwarna emas keluar dari jendela hingga
mencapai tanah. Wanita tua itu memanjat rambut itu dan masuk ke menara.
Pangeran itu
bertekad untuk masuk ke menara. Ia datang lagi esok harinya dan berteriak di
bawah jendela menara.
“Rapunzel, Rapunzel,
Turunkan rambutmu untukku.”
Seketika kepangan
rambut panjang jatuh dari jendela dan pangeran memanjat ke atas.
Rapunzel ketakutan
melihat bukan ibunya yang datang tapi seorang pemuda yang tampan. Pangeran
menjelaskan bahwa setelah mendengar suara Rapunzel, hatinya tergerak untuk
bertemu dengannya. Lambat laun rasa takut Rapunzel hilang dan ia mulai
menyukai sang pangeran.
Ketika pangeran
meminta Rapunzel menjadi isterinya, gadis itu setuju, tapi, “Aku ingin pergi
bersamamu, tapi aku tidak dapat keluar dari menara ini. Bawalah sepotong kain
sutera tiap kali kau datang. Aku akan membuatnya menjadi tangga untuk turun
ke bawah.” Mereka sepakat untuk bertemu tiap malam, karena Dame Gothel datang
pada siang hari.
Sebelum dapat
meninggalkan menara, pada suatu hari Rapunzel bertanya kepada Dame Gothel, “Ibu,
mengapa terasa begitu berat ketika aku
menarikmu ke atas? Pangeran tidak seberat dirimu.”
Karena salah
bicara, Rapunzel terpaksa menceritakan bahwa ia telah menikah dengan pangeran
dan akan pergi bersama suaminya.
“Oh, betapa
jahatnya dirimu, Rapunzel,” kata wanita tua itu. “Aku mengasingkanmu di sini
agar kau tidak bertemu dengan orang jahat. Tapi lihat apa yang kaulakukan
sebagai balasannya? Kau menipuku!”
Dame Gothel mengambil
rambut Rapunzel yang indah dan membelitkannya di tangan kirinya. Dengan
tangan kanannya ia memotong rambut Rapunzel dengan gunting. Dame Gothel
kemudian membawa Rapunzel ke padang pasir dan meninggalkannya di sana.
Dame Gothel kemudian
kembali ke menara dengan menggunakan rambut Rapunzel yang ia gantungkan pada
kaitan di jendela menara. Ia menunggu pangeran datang untuk menemui Rapunzel.
Ketika ia mendengar seseorang berteriak di bawah jendela, ia menurunkan
rambut Rapunzel.
Pangeran naik
dengan rambut Rapunzel, tapi bukan isterinya yang ditemuinya tapi penyihir yang
jahat. “Kau ingin bertemu dengan kekasihmu? Sayang sekali ia sudah pergi. Kau
tidak akan bertemu dengannya lagi. Mungkin malah sekarang ia sudah mati.”
Pangeran
merasa sangat sedih. Dengan putus asa ia melompat keluar jendela menara. Ia
selamat tapi ia jatuh ke semak berduri sehingga kedua matanya menjadi buta.
Pangeran terus
berjalan tak tentu arah di hutan. Selama bertahun-tahun ia hanya makan
akar-akaran dan buah-buahan hutan. Pada malam hari ia menangisi kehilangan
isteri yang sangat dicintainya. Tanpa disadarinya ia berjalan ke padang pasir
di mana Rapunzel berada. Sementara itu Rapunzel telah mempunyai dua anak
kembar yang dibesarkannya dalam serba kekurangan.
Pada suatu
hari pangeran mendengar suara yang sangat dikenalnya. Ia berjalan ke sumber
suara itu. Rapunzel melihat pemuda buta itu dan langsung mengenalinya. Rapunzel
memeluk suaminya dan menangis. Air matanya membasahi mata pangeran yang
lambat laun dapat melihat kembali. Pangeran membawa Rapunzel dan anak-anaknya
kembali ke keajaannya, di mana ia sudah lama dirindukan. Akhirnya mereka
hidup dengan bahagia.
(Cerita ini
dipersingkat dari “Rapunzel” karya Grimms Bersaudara)
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar