Seorang kakek tinggal di sebuah rumah
kecil di tepi hutan bersama isterinya. Pada suatu hari, kakek melihat seekor
singa berjalan ke arah rumah mereka. Singa itu tampak lapar.
“Isteriku,” kata kakek gemetar. “Ada
seekor singa berjalan kemari. Ia pasti akan menyerang kita!”
“Katakan saja kau akan berburu singa yang
gemuk untuk makan malam,” kata isterinya.
Nenek memberikan sebutir telur bebek dan
mengajari kakek apa yang harus dilakukannya untuk menghadapi singa itu.
Kakek ke luar dari rumah dan bertemu
dengan singa.
“Pak tua!” kata singa, “Mau ke mana kau?”
Kakek berhenti berjalan. “Aku ingin daging singa yang gemuk untuk makan malam. Kebetulan kau datang, aku tak perlu berburu.”
"Kau ingin makan dagingku?” kata singa, “Aku jauh lebih kuat darimu.Aku dapat menghancurkanmu dengan mudah.”
“Kalau begitu,” kata kakek. “kita berlomba. Siapa yang lebih kuat menjadi majikan. Yang lemah harus melakukan apa yang diperntahkan majikannya.”
"Baik!” kata singa.
Mereka pergi ke tempat terbuka. Kakek menunjuk sebuah batu. “Coba kauhancurkan batu itu.” Singa menghancurkan batu dengan satu sapuan cakarnya yang kuat.”
Kakek menunjukkan telur angsa yang dibawanya. “Lihat batu ini! Aku akan menggunakan dua jariku untuk menghancurkannya.” Kakek meremas telur itu dan membiarkan cairan telur jatuh ke tanah.
Singa terkejut. “Pak tua itu bisa memeras batu!” katanya dalam hati.
Singa mengaku kalah. Kakek memasang pelana di punggung singa dan gelang besi di hidungnya untuk memasang tali kendali. Jadilah singa tunggangan sang kakek.
Pada suatu hari, kakek menuruh singa mengantarnya ke hutan. Di hutan, kakek mencari kayu untuk dbuat busur panah. Ia menemukan kayu yang diinginkannya, tapi ia tak dapat mematahkan kayu itu walaupun mengerahkan seluruh tenaganya.
Kakek berhenti berjalan. “Aku ingin daging singa yang gemuk untuk makan malam. Kebetulan kau datang, aku tak perlu berburu.”
"Kau ingin makan dagingku?” kata singa, “Aku jauh lebih kuat darimu.Aku dapat menghancurkanmu dengan mudah.”
“Kalau begitu,” kata kakek. “kita berlomba. Siapa yang lebih kuat menjadi majikan. Yang lemah harus melakukan apa yang diperntahkan majikannya.”
"Baik!” kata singa.
Mereka pergi ke tempat terbuka. Kakek menunjuk sebuah batu. “Coba kauhancurkan batu itu.” Singa menghancurkan batu dengan satu sapuan cakarnya yang kuat.”
Kakek menunjukkan telur angsa yang dibawanya. “Lihat batu ini! Aku akan menggunakan dua jariku untuk menghancurkannya.” Kakek meremas telur itu dan membiarkan cairan telur jatuh ke tanah.
Singa terkejut. “Pak tua itu bisa memeras batu!” katanya dalam hati.
Singa mengaku kalah. Kakek memasang pelana di punggung singa dan gelang besi di hidungnya untuk memasang tali kendali. Jadilah singa tunggangan sang kakek.
Pada suatu hari, kakek menuruh singa mengantarnya ke hutan. Di hutan, kakek mencari kayu untuk dbuat busur panah. Ia menemukan kayu yang diinginkannya, tapi ia tak dapat mematahkan kayu itu walaupun mengerahkan seluruh tenaganya.
“Ke mana tenagamu?” tanya singa. “Kau tak
bisa mematahkan kayu kecil itu.”
Kakek berjalan pulang. “Singa itu melihat bahwa aku tidak sekuat yang dikiranya. Ia pasti datang kemari mencariku.”
“Tenang saja,” kata isterinya. “Kalau singa itu datang, ia akan melongok di pintu. Pada saat itu, tanyakan apa yang kumasak untuk makan malam.”
Benar saja. Singa datang dan melongok ke dalam rumah.
Pura-pura tidak melihat singa itu, kakek berteriak, “Isteriku, apa makan malam kita?”
“Seperti permintaanmu,” kata nenek. “Aku membuat kaldu dari sisa daging singa kemarin. Kutambahkan tulang pundak singa muda.”
Kakek berjalan pulang. “Singa itu melihat bahwa aku tidak sekuat yang dikiranya. Ia pasti datang kemari mencariku.”
“Tenang saja,” kata isterinya. “Kalau singa itu datang, ia akan melongok di pintu. Pada saat itu, tanyakan apa yang kumasak untuk makan malam.”
Benar saja. Singa datang dan melongok ke dalam rumah.
Pura-pura tidak melihat singa itu, kakek berteriak, “Isteriku, apa makan malam kita?”
“Seperti permintaanmu,” kata nenek. “Aku membuat kaldu dari sisa daging singa kemarin. Kutambahkan tulang pundak singa muda.”
Singa langsung berbalik dan lari ke hutan.
Ia bertemu dengan seekor rubah.
“Hai singa!” kata rubah, “Mengapa kau lari
ketakutan?”
Singa malu karena rubah melihatnya
ketakutan, Ia berhenti berlari dan mendatangi rubah. “Aku sedang terburu-buru.”
“Kulihat ada gelang besi di hidungmu?”
kata rubah, “Kau jadi mirip unta penarik kereta.”
Singa lupa pada rasa malunya. Ia bercerita
tentang lelaki tua yang bisa memeras batu dan isterinya yang suka memasak
daging singa.
“Orang-orang itu menipumu!” kata rubah. “Tak mungkin mereka cukup kuat untuk menangkap dan memakan singa.”
“Orang-orang itu menipumu!” kata rubah. “Tak mungkin mereka cukup kuat untuk menangkap dan memakan singa.”
“Bawa aku ke rumah mereka. Kuajari kau
cara menangkap mereka. Aku cukup puas dengan sisa daging mereka.”
Singa diikuti rubah pergi ke rumah kakek. Kakek melihat mereka berdua dari kejauhan dan tahu bahwa ada bahaya datang.
“isteriku!” katanya ketakutan “Sekarang singa itu datang bersama seekor rubah.”
"Kau tenanglah, kakek tua,” kata isterinya. “Dengar....”
Ketika kedua hewan sudah di depan rumah, kakek berkata dengan suara dalam dan kasar.”Rubah bodoh, aku menyuruhmu membawa singa muda yang gemuk, bukan singa tua kurus yang sudah sakit-sakitan begitu!”
Singa diikuti rubah pergi ke rumah kakek. Kakek melihat mereka berdua dari kejauhan dan tahu bahwa ada bahaya datang.
“isteriku!” katanya ketakutan “Sekarang singa itu datang bersama seekor rubah.”
"Kau tenanglah, kakek tua,” kata isterinya. “Dengar....”
Ketika kedua hewan sudah di depan rumah, kakek berkata dengan suara dalam dan kasar.”Rubah bodoh, aku menyuruhmu membawa singa muda yang gemuk, bukan singa tua kurus yang sudah sakit-sakitan begitu!”
“Kau penipu,” kata singa kepada rubah.
“Penghianat” Singa memukul rubah dengan cakarnya hingga melayang di udara dan
jatuh dengan sangat keras ke tanah.
Singa lari kembali ke hutan, meninggalkan
rubah yang terbaring kesakitan. Singa itu tidak pernah terlihat lagi di daerah
itu.
“Kekuatan tidak ada di otot tapi di otak kita.” kata kakek kepada nenek.
“Kekuatan tidak ada di otot tapi di otak kita.” kata kakek kepada nenek.
Isterinya tersenyum dan mengajak kakek
menikmati makan malam, yang tentunya bukan kaldu daging singa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar