Dahulu kala di sebuah kota kecil hiduplah seorang ptia bernama Hok Li. Hok Li hidup seorang diri, tidak punya keluarga.
Hok Li sangat rajin. Ia bekerja mencari uang dan mengerjakan pekerjaan di rumah karena tidak memiliki isteri.
Tapi ada satu hal yang tidak diketahui para tetangganya. Ia bekerja keras sepanjang hari. Pada malam hari, ketika semua orang tidur, Hok Li pergi bersama teman-temannya masuk ke rumah orang-orang kaya dan mengambil barang apa saja yang bisa mereka bawa.
Pada suatu ketika, seorang teman perampok Hok Li tertangkap dan dihukum. Kejadian itu membuat kegemparan di mana-mana, tapi tak ada yang curiga bahwa Hok Li juga anggota komplotan perampok itu. Hok Li sudah mengumpulkan banyak uang dari hasil merampok. Tapi orang-orang hanya mengenalnya sebagai Hok Li, orang paling rajin bekerja di seluruh negeri.
Pada suatu pagi, Hok Li ke luar rumah untuk pergi ke pasar. Tetangganya menyapa,”Hok Li, mengapa wajahmu bengkak?”
Pipi kanan Hok Li bengkak, hingga besarnya dua kali pipi kirinya. Sekarang pipi yang bengkak itu mulai terasa sakit.
Hok Li mencoba berbagai obat untuk menyembuhkan pipinya, namun justeru makin bengkak dan sakit. Bahkan ia tidak tahu mengapa pipinya bengkak. Tetanga-tetangganya mengejeknya karena pipi kanannya sekarang sama besar dengan kepalanya.
Pada suatu hari, datanglah seorang tabib di kota itu. Tabib itu berkeliling dari kota ke kota. Ia menjual obat dan membantu menyembuhkan penyakit karena sihir dan roh jahat. Hok Li mengundang tabib itu ke rumahnya.
Tabib memeriksa pipi Hok Li dan berkata, “Tuan, penyakitmu bukan penyakit biasa. Aku menduga kau melakukan suatu perbuatan tidak baik yang membuat roh-roh marah kepadamu. Aku tidak mempunyai obat untuk menyembuhkanmu. Tapi kalau kau mau membayarku dengan pantas, aku akan memberi tahu bagaimana kau bisa sembuh.”
Hok Li dan tabib itu saling tawar menawar, dan akhirnya Hok Li setuju untuk membayar mahal sekali untuk rahasia yang akan diberikan tabib. Ia memberikan uang lebih banyak dari hasil rampokannya kepada tabib agar bisa segera sembuh.
Tabib menerima uang dari Hok Li. Lalu ia menyuruh Hok Li pergi ke sebuah hutan pada malam pertama bulan purnama. Hok Li harus pergi ke sebatang pohon di sana dan menunggu orang-orang kerdil yang tinggal di bawah tanah muncul untuk menari.
Ketika mereka melihat Hok Li, mereka akan menyuruhnya menari. Bila tarian Hok Li menyenangkan hati mereka, ia boleh meminta untuk disembuhkan. Tapi bila orang kerdil itu tidak suka pada tarian Hok Li, bisa-bisa ia justeru dipermainkan oleh mereka.
Pada malam pertama bulan purnama, Hok Li pergi ke hutan yang ditunjukkan tabib. Tanpa banyak kesulitan ia menemukan pohon yang dijelaskan oleh tabib. Hok Li memanjat pohon dan menunggu. Tak lama kemudian orang-orang kerdil berdatangan dari segala penjuru. Ratusan orang kerdil menari, melompat-lompat dengan gembira.
Tiba-tiba salah satu orang kerdil melihat Hok Li dan menyuruh Hok Li turun dari pohon. Hok Li turun dengan gugup sehingga terjatuh dari pohon. Ia jatuh dalam keadaan membungkuk di depan para kerdil.
“Siapa kau? Mengapa kau ada di sini?” tanya pemimpin orang kerdil.
Hok Li menjelaskan penyakitnya dan tabib yang menyarankan agar ia meminta bantuan para orang kerdil untuk menyembuhkannya.
“Baiklah,” kata orang kerdil. “Kau harus menari dulu untuk kami. Kalau tarianmu membuat kami senang, mungkin kami dapat membantumu. Tapi kalau tarianmu buruk, kami akan menghukummu!”
Para orang kerdil duduk membentuk lingkaran dengan Hok Li di tengah. Hok Li menari dengan kaku karena ketakutan. Akhirnya ia mengatakan tidak sanggup menari lagi.
Para orang kerdil marah dan memukuli Hok Li. “Kau minta kami menyembuhkan satu pipimu yang bengkak. Sekarang pulanglah dengan dua pipi bengkak.”
Hok Li pulang dengan susah payah. Ia tidak memikirkan ancaman orang kerdil. Esok harinya, Hok Li bangun dengan pipi kiri sama besarnya dengan pipi kanannya hingga matanya tertutup dan ia sulit melihat. Ejekan tetangganya makin hebat.
Tabib itu sudah pergi, sehingga Hok Li tidak bisa minta bantuan lagi. Ia hanya bisa menunggu bulan purnama berikutnya.
Pada bulan purnama berikutnya Hok Li pergi lagi ke hutan dan menunggu di bawah pohon. Orang kerdil berdatangan dan seorang dari mereka berkata, “Ada manusia di sini!”
Hok Li menampakkan diri, dan membungkuk memberi hormat. Orang-orang kerdil tertawa geli melihat wajahnya yang lucu dan bengkak.
“Mau apa kau sekarang?” tanya mereka.
Hok Li menceritakan masalah baru yang dihadapinya dan memohon dengan sungguh-sungguh agar diijinkan menari sekali lagi. Orang kerdil setuju karena mereka ingin hiburan.
Hok Li mulai menari. Ia menari dengan gerakan perlahan sepenuh hati. Makin lama makin indah gerakannya sehingga orang kerdil senang dan bertepuk tangan, “Bagus! Bagus!” “Lagi!”
Hok Li menari terus sampai kelelahan dan tidak mampu menari lagi.
Pemimpin orang kerdil berkata, “Kami sangat senang, Hok Li. Sebagai imbalannya, wajahmu akan sembuh. Selamat tinggal.”
Tiba-tiba semua orang kerdil menghilang. Hok Li meraba wajahnya. Pipinya yang bengkak sudah sembuh seperti sedia kala. Ia pulang ke rumah dengan bahagia. Ia berjanji tidak akan merampok lagi.
Berita tentang sembuhnya penyakit aneh Hok Li menyebar. Para tetangga bertanya-tanya, tapi Hok Li hanya mengatakan ia menemukan obat ajaib yang bisa menyembuhkan semua penyakit.
Seorang tetangga Hok Li, seorang kaya raya, sakit selama beberapa tahun, ia menawarkan uang banyak agar Hok Li mau memberitahukan rahasianya. Hok Li setuju asal orang itu juga berjanji untuk merahasiakannya.Tetangga itu pergi menemui para orang kerdil seperti saran Hok Li dan sembuh.
Beberapa orang lagi sembuh dari penyakitnya dengan bantuan Hok Li dan orang-orang kerdil. Rahasia tentang orang kerdil tidak pernah terungkap karena orang-orang itu memegang janji untuk merahasiakannya. Sementara itu Hok Li menjadi kaya dan hidup tenang sampai akhir hidupnya.
Dari the Green Fairy Book Editor: Andrew Lang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar