Pada suatu pagi, seorang ibu memanggang lima buah roti. Roti
itu terlalu dipanggang sehingga menjadi gosong dan keras.
“Em,” kata ibu kepada puterinya, “Taruh roti gosong itu di piring,
lalu letakkan di meja makan. Nanti rotinya bisa dimakan lagi.”
“Ya bu,” jawab Em. Ia meletakkan piring berisi roti di atas
meja makan.
Siang itu, Em merasa lapar. “Kata ibu tadi, rotinya bisa
dimakan lagi. Kalau sekarang kumakan, nanti akan ada roti lagi untuk ibu.”
Em makan roti itu. Setelah makan tiga roti, iIa masih lapar.
“Ah, kumakan semua saja. Nanti masih ada roti lagi untuk ibu.” Maka kelima roti itu habis dimakannya.
Menjelang sore, ibu Em sedan memintal benang dari kapas.
Tiba-tiba ia merasa lapar. Ia lalu menyuruh Em mengambilkan roti. Em pergi ke
meja makan. Tentu saja tidak ada lagi roti.
“Bu, rotinya tidak ada lagi,” kata Em.
“Masa tidak ada lagi?”
“Tadi pagi, kata ibu, kalau dimakan, masih bisa dimakan
lagi..... jadi kumakan semuanya.”
Saking kesalnya, Ibu Em tidak bisa berkata-kata. Ia melanjutkan memintal
benang dengan perut lapar. Dengan kesal ibu Em menyanyi
Puteriku Em lapar sekali
Dimakannya roti
Satu, dua, tiga, empat, lima
buah
Dalam sehari
Ketika itu lewat seorang pemuda
di dekat rumah itu. Ia mendengar nyanyian ibu Em, tapi tidak dapat mendengar
kata-katanya dengan jelas.
“Ibu,” kata pemuda itu kepada
ibu Em. “Apa yang ibu nyanyikan tadi? Coba ulangi, aku ingin mendengarnya.”
Ibu Em menyanyi lagi. Karena
tidak mau puterinya dianggap rakus, ia mengganti kata-katanya menjadi
Puteriku Em pintar bekerja
Dipintalnya benang
Satu, dua,
tiga, empat, lima gulung
Dalam sehari
“Aku tidak percaya,” kata pemuda itu. “Tidak ada orang dapat
memintal benang sebanyak itu dalam sehari.”
“Boleh aku bertemu dengan Em?”
Setelah melihat Em, pemuda itu berkata. “Aku adalah seorang
raja dan aku sedang mencari isteri. Aku akan membawa kalian ke istana dan
menikahi Em.”
“Tapi ada syaratnya. Selama sebelas bulan, Em akan hidup
senang di istana seperti layaknya seorang ratu. Pada bulan keduabelas, ia harus
memintal lima gulung benang dalam sehari. Jika ia gagal, aku akan perintahkan
untuk memenggal kepalanya.”
Walaupun Em dan ibunya takut pada syarat yang diminta raja,
mereka ikut ke istana. Raja menikahi Em.
Em dan ibunya hidup dengan mewah di istana. Mereka memakai
pakaian yang indah dan menyantap makanan lezat yang bahkan belum pernah mereka
lihat sebelumnya. Mereka pun lupa pada syarat sang raja.
Pada suatu malam, raja berkata kepada Em, “Hari ini sudah
genap sebelas bulan kau menjadi isteriku. Mulai besok kau harus memintal lima
gulung benang sehari selama sebukan. Pada waktu matahari terbenam, benang itu sudah harus
siap. Kalau tidak, kau akan kehilangan kepalamu.”
Esoknya, pagi-pagi sekali, raja mengantarkan Em ke sebuah
ruangan. Dalam ruangan itu sudah tersedia mesin pintal dan kapas. Bahkan sudah
tersedia makanan yang lezat.
Raja mengunci pintu dan pergi. Tinggallah Em yang
kebingungan. Ia bahkan tidak bisa memintal benang! Ia menangis ketakutan.
Tiba-tiba terdengar ketukan. Lalu sebuah pintu kecil di
sudut ruangan terbuka. Muncul sesosok makhluk aneh. Makhluk itu jelek sekali. Tubuhnya
kecil, tapi kepalanya besar. Jari-jari tangannya panjang-panjang sekali. Ia
juga mempunyai ekor yang panjang.
Em menjerit ketakutan.
Makhluk itu bertanya, “Mengapa kau menangis? Katakan padaku.
Mungkin aku bisa membantumu.”
Akhirnya Em bercerita. Makhluk itu berkata, “Itu mudah. Aku
akan membawakanmu lima gulung benang tiap sore. Tapi kamu harus bisa menebak
namaku. Tiap sore kamu boleh menebak tiga kali. Kalau salah, pada hari
ketigapuluh, aku akan membawamu pulang dan kau menjadi isteriku.”
Makhluk itu mengambil kapas, lalu pergi sambil membanting
pintu. Sore harinya makhluk itu datang lagi membawa lima gulung benang. Ia
bertanya, “Siapa namaku?”
“ John,” kata Em. “Bukan.”
“Elmo.” “Itu bukan namaku.”
“Cedric.”
“Hahaha, kau tak akan bisa menebak namaku,” kata makhluk itu
sambil mengambil kapas. Lalu ia pergi.
Tak lama kemudian, raja datang untuk mengambil benang. “Kau
berhasil hari ini. Tapi masih ada dua puluh sembilan hari lagi,” katanya.
Esoknya, Em dikurung di ruang pintal lagi. Pada sore harinya
makhluk jelek itu datang membawa benang. Em menyebutkan tiga nama lagi, yang
semuanya bukan nama si makhluk.
Begitu seterusnya. Akhirnya tiba hari ke dua puluh sembilan.
Raja mengambil benang. Kali ini raja mengajak Em makan malam di istana.
“Aku tidak ingin menghukummu. Tapi sesuai perjanjian kita,
bila besok kau gagal menyelesaikan tugasmu, aku terpaksa mememerintahkan
kepalamu dipenggal.”
Malam itu, Em makan dengan terpaksa. Selera makannya hilang.
Besok, bila ia dapat menyelesaikan tugas memintal benang, ia selamat. Tapi makhluk
itu akan membawanya pergi dari istana karena Em belum tahu siapa namanya.
Tiba-tiba raja tertawa geli. Lalu ia bercerita. “Tadi siang
aku pergi berburu. Aku mendengar orang menyanyi. Ternyata ia kecil dengan
kepala besar. Ia sedang memintal benang dengan ekornya yang panjang. Ia
menyanyi begini:”
Nimi, nimi not
Namaku Tom Tit Tot
Em terlonjak. Itu nama yang
dicarinya selama ini!
Esok sorenya, makhluk itu
kembali membawakan benang.
“Nah, kesempatan terakhir. Siapa
namaku?” tanyanya.
“Kevin” “Namaku tidak sejelek itu.”
“Albert.” “Sudahlah, kau coba
lagi juga tidak ada gunanya. Ikut denganku sekarang.”
“Tunggu.”
Em lalu menyanyi
Nimi, nimi not
Namamu Tom Tit Tot
Tom Tit Tot membelalak. Ia marah sekali. Ia pergi sambil membanting pintu sehingga ekornya terjepit.
Em merasa bahagia. Ia selamat. Sekarang ia tidak mau
bermalas-malasan lagi. Ia akan belajar apa saja sehingga dapat mengerjakan
segala sesuatu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar