Dahulu kala, hidup seorang pemuda
bernama La Moelu. Ia hidup bersama ayahnya karena ibunya telah meninggal. Tiap
hari La Moelu mencari ikan. Hasil tangkapannya dijual untuk memenuhi kebutuhan
hidup bersama ayahnya yang sudah tua.
Pada suatu hari, La Moelu tidak mendapat
ikan seekor pun, padahal ia sudah memancing sejak pagi. Matahari sudah hampir
tenggelam, La Moelu pun memutuskan untuk pulang saja. Tak disangka, kailnya
bergerak-gerak, tanda ada ikan memakan umpannya. La Moelu segera menarik
pancingnya. Ternyata ia menangkap seekor ikan kecil yang sangat cantik. La
Moelu membuat mangkuk dari daun-daun dan mengisinya dengan air. Ia lalu memasukkan
ikan kecil itu ke dalam mangkuk dan membawanya pulang untuk dipelihara.
Ayah La Moelu juga kagum melihat
kecantikan ikan itu. Ia menyuruh La Moelu memelihara ikan itu dalam belanga. Tak
lupa La Moelu memberi makan ikan itu.
Esok harinya, La Moelu dan ayahnya terkejut
melihat ikan yang semula kecil sekali sudah hampir memenuhi belanga. Ikan itu
kemudian dipindahkan ke dalam lesung.
Ketika La Moelu hendak memberi makan
ikannya esok harinya, ikan itu sudah memenuhi lesung. “Ayah, ikan ini tumbuh
cepat sekali. Di mana kita akan menaruhnya? Apakah kita mempunyai tempat yang
lebih besar lagi?” kata La Moelu.
“Bagaimana kalau kau lepaskan saja dia
ke laut?” jawab ayahnya.
La Moelu membawa ikan itu ke laut dan
melepaskannya. Ikan itu tampak sangat senang. Ia berenang mengelilingi kaki La
Moelu. “Ikan, kuberi kau nama Jinnande Teremombonga,” kata La Moelu. “Aku akan
datang tiap hari dan membawakan makanan untukmu. Aku akan memanggilmu.”
Jinnanda Teremombonga berenang memutari
kaki La Moelu sekali lagi, lalu berenang ke tengah laut.
Tiap hari La Moelu pergi ke laut. Ikan itu
seolah sudah menunggunya, karena ia langsung muncul di permukaan laut ketika La
Moelu memanggil namanya. Ia tampak sangat gembira melihat La Moelu.
Pada suatu hari, La Moelu sedang
bermain-main dengan Jinnande Teremombonga, sekelompok pemuda mendekati mereka.
Mereka kagum melihat ikan yang sekarang sudah menjadi besar sekali. Kemudian
tujuh pemuda itu bertanya bagaimana La Moelu memanggil ikannya.
La Moelu tidak pernah menyangka, bahwa
para pemuda itu berniat jahat pada Jinnande Teremombonga. Ketika La Moelu sudah
pulang, mereka memanggil Jinnande Teremombonga. Ikan itu segera datang karena
mengira La Moelu yang memanggilnya. Mereka kemudian menangkap ikan besar itu
dengan jala yang sangat kuat,
Ikan itu tidak berdaya ketika para
pemuda itu membunuhnya. Kemudian mereka membagi-bagi dagingnya menjadi tujuh
bagian.
Esok harinya, La Moelu datang ke laut. Sia-sia
ia memanggil Jinnande Teremombonga. Ikan kesayangannya itu tidak pernah muncul.
Beberapa nelayan yang ada di pantai menceritakan kejadian yang menimpa Jinnande
Teremombonga.
Hati La Moelu hancur mendengar nasib Jinnande
Teremombonga yang malang. Ia mengenal salah satu dari ketujuh pemuda itu.
beberapa orang menceritakan kepadanya
perihal telah dibunuhnya Jinnande Teremombonga oleh tujuh pemuda tadi pagi. Tanpa
sadar ia berjalan ke rumah pemuda itu. Setiba di rumah itu, ia melihat
tulang-tulang ikan besar berserakan di halaman rumah. Dengan sedih La Moelu
mengumpulkan tulang-tulang ikan sahabatnya itu dan membawanya pulang.
La Moelu menguburkan tulang-tulang Jinnande
Teremombonga di halaman belakang rumahnya. “Beristirahatlah dengan tenang,
sahabatku,” kata La Moelu dengan sedih.
Esoknya, di tempat La Moelu menguburkan
tulang ikan, tumbuh sebatang pohon yang tidak biasa. Bayang pohon itu dari
emas, daun-daunnya perak dan buahnya permata. Walaupun baru tumbuh, pohon itu
sudah cukup besar dan lebat buahnya.
La Moelu memetik beberapa buah dan
menjualnya. Ia sangat terkejut karena mendapat uang yang banyak. La Moelu dapat
hidup berkecukupan bersama ayahnya dari hasil penjuaan buah-buah itu. Mereka
bahkan dapat membangun rumah yang indah.
Walaupun sekarang La Moelu menjadi kaya
raya, ia tidak pernah sombong, ia suka menolong orang-orang yang membutuhkan
bantuannya,