Hamelin adalah sebuah kota kecil di Jerman. Pada suatu waktu, kota itu
penuh dengan tikus besar. Di rumah, jalan-jalan, toko, sekolah, kantor pemerintah, di mana-mana
ada tikus.
Bayangkan ada beberapa tikus di lingkungan rumahmu,
bagaimana perasaanmu? Tentu saja kamu merasa jijik dan takut, bukan? Nah, di
kota Hamelin pada saat itu, ada ribuan tikus. Mereka merusak apa saja, bahkan
membuat kota itu menjadi kotor dan berbau.
Walikota Hamelin mengadakan pertemuan dengan warga
untuk mencari cara mengusir tikus-tikus itu. Akhirnya diputuskan untuk
mendatangkan banyak kucing dari kota-kota di sekitar Hamelin. Tapi, masalah
tikus tetap tidak dapat diatasi. Pertama, tidak ditemukan cukup banyak kucing
untuk mengusir tikus. Kedua, sebagian kucing itu justeru takut kepada tikus dan
lari dari kota.
Pada suatu hari, datanglah seorang asing menemui
walikota Hamelin. “Bapak Walikota,” kata orang itu. “Saya dengar kota ini mempunyai
masalah dengan tikus. Saya bisa membawa tikus-tikus itu ke luar dari kota Hamelin. Kalau saya dapat melakukannya, berapa upah yang akan bapak berikan kepada saya?”
Walikota tidak percaya orang itu dapat mengusir semua
tikus. Tanpa berpikir panjang ia berkata, ”Baiklah. Kalau kau berhasil mengusir semua tikus dari kota ini, aku akan memberimu sepuluh ribu koin emas dari uang kas kota.
Orang itu mengangguk. “Kota ini akan segera bersih dari tikus,” janjinya.
Orang itu mengangguk. “Kota ini akan segera bersih dari tikus,” janjinya.
Orang asing itu pergi ke pusat kota dan mengeluarkan
serulingnya. Ketika ia mulai meniup seruling itu, warga kota mendengar alunan
nada yang menakutkan dan membuai mereka.
Tiba-tiba terdengar suara berisik. Dari seluruh
penjuru datanglah ribuan tikus. Mereka mengikuti suara seruling. Peniup
seruling lalu berjalan ke arah laut. Semua tikus, besar dan kecil mengikutinya
dengan patuh. Ketika mencapai laut, tikus-tikus itu terus mengikuti bahkan
masuk ke laut. Ombak laut menyapu pasukan tikus itu. Akhirnya semua tikus mati
tenggelam.
Orang asing itu berhasil memenuhi janjinya kepada walikota. Ia menemui
walikota untuk meminta upah yang dijanjikan oleh walikota.
Walikota merasa sayang mengeluarkan uang sebesar sepuluh ribu koin emas.“Kau
telah menyelesaikan tugasmu dengan baik. Tapi kau hanya bekerja sebentar saja. Ini upahmu, lima ratus koin emas.”
Peniup seruling itu memandang walikota dan pergi
begitu saja. ia pergi ke pusat kota dan mulai meniup seruling lagi. Nada yang
keluar dari seruling itu terdengar berbeda tapi sama menakutkannya. Tak lama
kemudian, anak-anak keluar dari rumah-rumah warga dan mengikuti orang asing
itu. Anak-anak itu tidak dapat dicegah, bahkan seolah tidak mendengar suara orang tuanya. Peniup seruling itu berjalan ke luar kota dan menghilang ke pegunungan, bersama semua anak dari Hamelin.
Para warga ketakutan dan menemui walikota. “Ke mana
anak-anak kami?”, “Kembalikan anak-anak kami.” "Jangan-jangan peniup seruling itu juga membawa anak-anak kita ke laut." Mereka menangis.
Walikota kebingungan dan merasa bersalah. Ia telah berbohong kepada peniup
seruling itu. Bagaimana ia bisa mengembalikan anak-anak itu?
Peniup seruling datang kembali ke Hamelin, tapi ia sendirian.
Tidak ada anak yang mengikutinya. Para orang tua makin khawatir.
Walikota segera menemui peniup seruling. Ia minta maaf
karena telah berbuat tidak jujur. Ia memohon agar anak-anak dikembalikan.
Peniup seruling pergi tanpa mengatakan apa-apa. Beberapa
jam kemudian ia kembali dengan anak-anak mengikutinya. Semua anak kembali kepada orang tuanya dengan selamat.
Walikota mendapat pelajaran yang berharga. Ia memberikan
sepuluh ribu koin emas yang dijanjikannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar