Di sebuah desa tak jauh dari gunung Bromo,
hiduplah seorang gadis yang cantik jelita. Namanya Rara Anteng. Konon, ketika
gadis itu lahir. ia tidak menangis seperti bayi pada umumnya. Oleh karena itu,
ia dinamakan Rara Anteng. Kata orang Jawa anteng artinya diam atau tidak banyak
bergerak.
Ketika Rara Anteng tumbuh menjadi gadis remaja. Banyak pria yang memintanya
Rara Anteng menjadi isterinya, tapi semua ditolak.
Pada suatu hari datanglah seorang raksasa ingin
meminang Rara Anteng. Muka raksasa itu sangat menakutkan. Rara Anteng tidak
ingin menjadi isteri raksasa itu, tapi ia juga takut raksasa marah bila
ditolak.
“Raksasa,” kata Rara Anteng, “Aku mau menjadi
isterimu bila kau memenuhi pemintaanku.”
“Apa permintaanmu?” tanya raksasa. “Aku pasti
akan memenuhinya.”
"Aku ingin kau membuat danau di dekat gunung Bromo,” kata Rara Anteng. “Tapi kau
harus menyelesaikannya dalam semalam. Sebelum matahari terbit dan terdengar
kokok ayam, danau itu harus sudah selesai.”
Raksasa berkata sambil tersenyum, “Besok pagi
danau yang kauminta sudah ada,”
Raksasa itu mulai bekerja. Ia menggunakan batok
atau tempurung kelapa yang besar untuk menggali tanah. Pohon-pohon dicabutinya
satu per satu dan dilemparkannya ke laut.
Rara Anteng gelisah. Ternyata raksasa itu bekerja
cepat sekali. Sekarang masih malam, tapi pekerjaan raksasa hampir selesai.
Rara Anteng mencari akal. Ia pergi ke lumbung. Ia
mulai menumbuk padi. Suara lesung dan alu untuk menumbuk padi membangunkan
warga desa. Para wanita desa pun ikut menumbuk padi.
Suara orang-orang menumbuk padi juga membangunkan
ayam jantan. Mengira hari sudah pagi, ayam jantan pun berkokok
bersahut-sahutan.
Raksasa sedang mengisi batok kelapanya dengan tanah. Setelah
itu danaunya hanya tinggal diisi dengan air dan pekerjaannya selesai. Tiba-tiba
terdengar suara kokok ayam jantan. Raksasa sedang mengangkat batok kelapa
berisi tanah untuk terakhir kalinya.
Tubuh raksasa mendadak lemas, ia tak mampu lagi menahan batok berisi tanah itu. Batok itu tumpah,
isinya menimbun tubuh raksasa dan berubah menjadi gunung. Gunung itu kemudian
diberi nama gunung Batok.
Danau yang belum sempat diisi dengan air kemudian
menjadi
hamparan pasir yang kemudian disebut Segara Wedi, yang artinya laut pasir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar