Bawang Merah dan Bawang Putih


Dahulu kala hiduplah seorang pedagang bersama isteri dan puteri tunggal mereka yang bernama Bawang Putih. Mereka hidup berbahagia bertiga. Tapi malang, sang ibu jatuh sakit dan akhirnya meninggal.

Tak jauh dari rumah Bawang Putih, hidup seorang janda dan anak perempuannya, Bawang Merah. Setelah  ibu Bawang Putih meninggal, Bawang Merah dan ibunya sering datang berkunjung. Mereka sering membawakan makanan. Mereka juga menemani Bawang Putih ketika ayahnya pergi berdagang ke luar kota  Mereka  memperlakukan Bawang Putih seperti anak dan adik mereka sendiri.

Ayah Bawang Putih sangat bersyukur dengan kehadiran Bawang Merah dan ibunya di tengah keluarga mereka.  Ia sering memikirkan Bawang Putih yang sudah tak mempunyai ibu. Akhirnya ia memutuskan untuk menikah dengan ibu Bawang Merah.

Bawang Merah dan ibunya menyayangi bahkan memanjakan Bawang Putih. Tapi  itu hanya bila ayah Bawang Putih sedang ada di rumah.  Ketika ayahnya pergi ke luar kota, Bawang Putih disuruhnya  mengerjakan tugas yang berat-berat, sementara ia dan Bawang Merah bermalas-malasan. Bawang Putih tidak pernah menceritakan hal itu kepada ayahnya.

Pada suatu hari, ayah Bawang Putih pulang dalam keadaan sakit parah. Beberapa bulan kemudian ayah Bawang Putih meninggal.  Tinggallah Bawang Putih hidup sebatang kara. Ibu dan kakak tirinya makin kejam kepadanya. Tapi Bawang Putih tidak dapat berbuat apa-apa. Ia terpaksa menuruti semua perintah ibu dan kakak tirinya.

Pada suau hari, Bawang Putih disuruh mencuci setumpuk pakaian di sungai. Setelah selesai mencuci, Bawang Putih baru sadar bahwa baju merah ibu tirinya hilang.

“Baju kesayanganku kau hilangkan?” tanya ibu. “Pasti hanyut di sungai. Pergi cari! Jangan kembali sebelum baju itu ketemu.”

Sang ibu tiri sebenarnya senang, karena baju yang hanyut di sungai tentu sulit ditemukan. Dengan demikian ia dapat mengusir Bawang Putih.

Bawang Putih pergi ke tempat ia biasa mencuci pakaian. Kemudian ia berjalan menyusuri aliran sungai sambil mencari baju yang hilang. Hari sudah gelap ketika Bawang Putih melihat cahaya pelita dari sebuah rumah kecil di tepi sungai.  Bawang Putih lelah sekali. Ia mengetuk pintu rumah itu, berharap dapat meminta makanan dan dijinkan bermalam.

Seorang nenek membuka pintu. Ia langsung menyuruh Bawang Putih masuk dan memberinya makan dan minum.

Setelah Bawang Putih selesai makan, nenek itu bertanya, “Mengapa kau  berjalan di hutan sendirian malam-malam begini? “

Bawang Putih menceritakan baju ibu tirinya yang hanyut di sungai. Ia tak berani pulang tanpa membawa baju itu. Nenek itu pergi ke kamar dan kembali membawa sebuah baju merah yang indah.

“Apakah ini baju yang kaucari?”
“Benar, nek.” Bawang Putih senang sekali. “Bolehkah nenek berikan kepadaku?”
“Sudah malam, nak,” kata nenek. “Aku hanya sendirian saja di sini. Tinggallah di sini menemaniku selama seminggu .”

Bawang Putih ragu-ragu. “Ibu tirimu pasti mengusirmu kalau kau tidak membawa baju ini,” kata nenek.  “Setelah seminggu, baju ini kuberikan kepadamu dan kau boleh pulang.”
“Baiklah, nek.”

Nenek menunjukkan sebuah kamar dan menyuruh Bawang Putih beristirahat.
Esok harinya, Bawang Putih bangun pagi sekali. Tanpa disuruh ia membersihkan rumah dan halaman. Sepanjang hari nenek memberinya banyak pekerjaan. Bawang Putih mengerjakan semuanya dengan senang hati.

Tak terasa seminggu telah berlalu. Seperti janjinya, nenek memberikan baju merah itu. Nenek membawa dua buah labu, satu besar, satunya jauh lebih kecil.

“Aku senang sekali kamu mau menemaniku.  Ini hadiah untukmu. Ambil satu labu ini.”
Bawang Putih mengambil labu yang kecil dan mengucapkan terima kasih.

“Mengapa kau tidak mengambil labu yang besar?” tanya nenek.
“Labu itu besar sekali, nek. Saya tidak kuat membawanya. Sekarang saya pulang, nek.”
Nenek tersenyum dan mengantarkan Bawang Putih ke pintu.

Bawang Putih pulang ke rumahnya.  Setiba di rumah, ia disambut ibu tirinya dengan omelan, “Dasar anak malas. Lebih baik kau tidak usah pulang saja.”

Bawang Putih masuk ke kamarnya dan membelah labu pemberian nenek. Ternyata itu bukan labu biasa.  Di dalamnya ada banyak perhiasan emas dan permata.

Bawang Merah mengintip ke kamar Bawang Putih dan mengadu kepada ibunya. Mereka segera menanyai Bawang Putih. 

“Dari mana kau curi perhiasan sebanyak itu?”
“Saya tidak mencuri,” kata Bawang Putih. Ia lalu bercerita tentang nenek yang memintanya tinggal di rumahnya selama seminggu dan menghadiahkan labu itu.
“Ibu!” teriak Bawang Merah. “Ambil perhiasan itu untukku!”

Sang ibu justeru mengajak Bawang Merah pergi ke kamar mereka. “Kita bisa mengambilnya kapan saja, nak,” kata ibu. “Sekarang  kau pergilah ke sungai dan hanyutkan baju ibu ini.”

Ibu menyuruh Bawang Merah mengikuti jejak Bawang Putih ke rumah nenek tua. Bawang Merah membawa baju ibunya dan melemparkanya ke tengah sungai. Kemudian ia berjalan mengikuti aliran sungai sampai menemukan rumah nenek.

Bawang Merah mengetuk pintu. Ketika nenek muncul, Bawang Merah berkata, “Nek, kembalikan baju ibuku yang hanyut di sungai.”
“Apakah bajunya berwarna merah, berenda-renda?” tanya nenek.
“Benar, berikan padaku.”
“Sepi sekali di sini, nak," kata nenek. ”Tinggallah di sini selama seminggu untuk menemaniku. Lalu kukembalikan baju itu kepadamu.”

Esoknya, hari sudah siang ketika Bawang Merah bangun. Tanpa bertanya lagi, ia langsung duduk di meja makan dan menghabiskan semua makanan yang ada. Ketika nenek memberinya  tugas, ia mengerjakannya dengan asal-asalan. Supaya tidak disuruh  lagi, Bawang Merah pergi tidur. Demikianlah, kelakuan Bawang Merah selama tujuh hari itu.

Pada hari ke delapan, nenek memberikan baju merah kepada Bawang Merah dan menyuruhnya pulang.

“Mana labuku?” tanya Bawang Merah.
Nenek menyuruh Bawang Merah memilih satu labu. Tentu saja Bawang Merah mengambil  labu yang besar.

“Mengapa kau mengambil labu yang besar?” tanya nenek.
“Yang besar tentu isinya lebih banyak,” kata Bawang Merah. Tanpa megatakan apa-apa ia segera berjalan pulang.

Setiba di rumah, Bawang Merah mengajak ibunya masuk ke kamar. Tak sabar lagi, Bawang Merah membanting labu itu ke lantai. Labu besar itu pecah berantakan. Tapi bukan perhiasan yang mereka dapatkan. Ular, kelabang, kalajengking dan hewan berbisa lainnya merayap keluar dari labu dan menyerang mereka berdua.  Bawang Merah dan ibunya mati seketika karena gigitan ular.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar