Jaka Tarub dan Nawang Wulan

Jaka Tarub adalah seorang pemuda desa yang tampan. Banyak gadis suka padanya. Namun Jaka Tarub belum juga menemukan gadis yang disukainya.

Pada suatu hari, Jaka Tarub pergi ke hutan untuk mencari kayu. Tiba-tiba ia mendengar suara berisik dari arah  air terjun. Ia mendekati air terjun karena ingin tahu. Semakin dekat, semakin jelas suara itu. Seperti suara gadis sedang mandi sambil bercanda dan tertawa-tawa. “Tapi siapa yang berani mandi di tengah hutan, jauh dari desa?”

Dari kejauhan, Jaka Tarub mencoba melihat ke air terjun. Di sana ada tujuh gadis sedang mandi. Mereka semuanya cantik jelita.

Setelah para gadis itu puas mandi dan bermain air, mereka keluar dari kolam di bawah air terjun itu. Mereka mengambil selendang masing-masing dan memakainya. Lalu mereka terbang ke langit.

Jaka Tarub terkejut. Pada gadis itu bukan manusia biasa tapi bidadari. Selama berhari-hari Jaka Tarub terbayang kecantikan para gadis itu.

Beberapa hari kemudian, Jaka Tarub berjalan lagi di hutan. Ketika ada di dekat air terjun, ia sekali lagi mendengar suara berisik. “Apakah mereka datang lagi?” pikirnya. Benarlah, ketujuh bidadari itu sedang bermain air dengan riuh. “Mereka terbang dengan selendang. Apakah mereka bisa terbang bila selendangnya kuambil?”

Jaka Tarub mengelilingi kolam. Ia mencari selendang para bidadari itu. Itu dia! Selendang-selendang itu terlipat di bawah pohon. Warna-warnanya indah. Jaka Tarub mengambil satu, lalu menyembunyikannya.

Beberapa saat kemudian para bidadari itu keluar dari kolam dan mencari selendangnya. Bidadari yang tidak menemukan selndangnya, mencari-cari di sekitar kolam. Saudara-saudaranya ikut mencari, tapi tentu saja tidak ketemu. Mereka mencari cukup lama. Akhirnya, ketika mataharii hampir terbenam, mereka terpaksa meninggalkan saudaranya.

Jaka Tarub mendekati gadis yang menangis itu dan bertanya, “ Mengapa kau menangis?”
“Aku kehilangan selendangku. Tanpa selendang aku tidak bisa pulang,” kata gadis itu. “Tolong carikan selendangku. Kalau kamu menemukannya, aku akan memberikan apa pun yang kauminta.”
“Aku akan mencarikannya. Tapi bagaimana kalau aku tidak menemukannya?”
Gadis itu menangis lagi. “Aku tidak bisa pulang ke kahyangan tanpa selendangku.”

Jaka Tarub pura-pura mencari selendang itu. Tentu saja ia tidak menemukannya. Ia lalu mengajak gadis itu ikut ke rumahnya. Beberapa hari kemudian Jaka Tarub meminta Nawang Wulan menikah dengannya.

Setahun kemudian mereka dikaruniai seorang anak perempuan. Mereka hidup dengan bahagia.

Sejak Nawang Wulan menjadi isterinya, Jaka Tarub tidak harus bekerja keras untuk menyediakan makanan. Persediaan makanan mereka seolah tidak pernah habis. Jaka Tarub menanyakan bagaimana isterinya dapat melakukannya, tapi Nawang Wulan tidak pernah menjawab. Tapi Nawang Wulan berpesan agar Jaka Tarub tidak membuka panci nasi ketika ia sedang memasak.
                    
Pada suatu hari Jaka Tarub masuk ke dapur. Ia melihat panci untuk menanak nasi di atas api. Tadi ia melihat isterinya sedang bermain dengan anak mereka di depan rumah. Jaka Tarub membuka panci nasi itu. Betapa terkejutnya ia melihat bahwa dalam panci itu hanya ada satu butir beras.

Ketika Nawang Wulan membuka panci nasi, ia melihat sebutir beras yang dimasaknya tidak berubah menjadi nasi yang banyak seperti biasanya. Ia tahu suaminya telah melanggar pesannya.

“Kakang,” kata Nawang Wulan kepada suaminya. “Mengapa kau membuka panci nasi? Bukankah aku sudah berpesan kepadamu untuk tidak pernah membukanya? Sekarang, seperti manusia biasa, kita harus bekerja keras untuk mendapatkan makanan.” Jaka Tarub yang merasa bersalah tidak dapat mengatakan apa-apa.

Sejak saat itu Nawang Wulan harus memasak beras jauh lebih banyak dari biasanya. Persediaan beras mereka pun menipis. Ketika Nawang Wulan mengambil beras untuk memasak nasi, ia menemukan selendangnya di bawah beras. Jaka Tarub telah menyembunyikannya di sana.

Nawang Wulan merasa senang sekaligus sedih. Ia senang karena dapat pulang ke rumahnya tapi juga sedih karena harus meninggalkan suami dan anaknya.

Nawang Wulan berkata kepada Jaka Tarub, “Aku akan pulang ke kahyangan. Jaga puteri kita baik-baik. Pada malam bulan purnama, bawalah ia ke luar rumah, aku akan bersama dengan kalian.”

Sesuai janjinya, Nawang Wulan mengunjungi Jaka Tarub dan puteri mereka pada malam bulan purnama.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar