Kisah Putera Petani dan Penyihir


Kian bekerja keras untuk menghidupi dirinya bersama ibunya yang janda dan sudah tua. Ia mengolah tanah pertanian warisan ayahnya.  Ia bekerja dari matahari terbit hingga terbenam, mengurus ternak dan menanam biji-bijian dan rumput untuk makanan mereka.
Pada suatu hari, Kian mengatakan kepada ibunya bahwa ia telah bertemu dengan seeorang gadis yang ingin dinikahinya. Mereka bertemu di kota ketika Kian pergi ke sana untuk menjual ternaknya. Kian meminta ibunya untuk menemui orang tua gadis pujaannya dan melamar.
Sang ibu bahagia mendengar puteranya sudah berniat untuk berumah tangga. Ia menanyakan nama gadis itu. Betapa terkejutnya sang ibu mendengar bahwa Kian ingin melamar sang puteri, anak satu-satunya dari raja. Ibu Kian berusaha membujuk Kian untuk mengurungkan niatnya menikahi puteri, karena raja tidak akan menerima lamarannya. Tapi Kian tetap pada pendiriannya. Janda tua itu akhirnya memberanikan diri pergi ke istana untuk menemui raja.
Ibu itu memohon untuk menemui raja. Raja menerimanya dengan baik, dengan sabar mendengarkan alasan sang ibu datang kepadanya. Para pejabat dan pengawal yang hadir di sana terkejut mendengar ibu tua itu melamar puteri raja satu-satunya untuk puteranya, tapi raja tidak menunjukkan perasaan apa-apa.
Setelah berpikir sejenak, raja menjawab, “Aku mengenal suamimu. Ia jujur dan pekerja keras. Puteramu Kian mengikuti jejak ayahnya dan telah membuktikan diri sebagai anak yang berbakti. Tapi ia masih sangat muda. Ia tidak mempunyai pendidikan dan keahlian. Ia belum pernah melihat ke luar dari dari peternakan kalian.”
“Puteramu boleh menikahi puteriku setelah dapat membuktikan bahwa ia pantas.”
Kian mendengar berita itu dari ibunya dan patah hati. Ia bertekad mendapatkan pengetahuan dan keahlian yang akan membuat sang raja bangga kepada dirinya.
Esok harinya Kian pergi untuk belajar sebanyak-banyaknya tentang dunia. Ibunya membujuknya untuk tidak pergi tapi sia-sia saja.
Kian berjalan menuruni lembah, melintasi hutan dan naik ke puncak-puncak gunung, melalui kota dan desa dan belajar tentang apa saja yang ditemuinya.
Ia tiba di tepi sebuah sungai dan memutuskan untuk beristirahat sejenak di bawah bayang-bayang pohon kenari.  “O-ah-o!” teriaknya seolah dapat melepaskan penat tubuhnya. “Aku lelah berjalan ke sana ke mari, tapi aku hanya tahu bahwa semua sama saja kemana pun aku pergi.”
Baru Kian menutup mulutnya, seorang laki-laki bertubuh kecil muncul di jalan setapak  menuju pohon kenari. Tubuhnya hanya setinggi lutut Kian tapi jenggotnya begitu panjang hingga menyapu tanah. Ia memakai turban hijau raksasa berbentuk seperti buah kenari. Sandalnya terbuat dari kulit kayu.
“Salam, temanku yang kelelahan, apa yang membawamu kemari? Dan mengapa kau memanggilku?”
“Aku tidak memanggilmu dan aku tidak tahu siapa dirimmu,” kata Kian, terkejut melihat pria yang aneh itu.
“Namaku O-ah-o. Kau jelas-jelas menyebut namaku ketika duduk di bawah pohon ini,” kata pria kecil itu. “Kau datang dari mana?”
“Dari dunia ini, tentu saja.” kata Kian. “Karena tidak ada dunia yang lain.”
“Apa yang kauinginkan?” kata O-ah-o. “Mungkin aku dapat membantumu.”
Kian berpikir beberapa saat, lalu menceritakan kisahnya. Ketika Kian selesai bercerita O-ah-o tertawa keras. “Kalau begitu kau datang ke tempat yang tepat. Aku O-ah-o, penyihir terhebat yang pernah ada dan aku sedang mencari orang yang dapat membantuku. Aku akan menunjukkanmu dunia-dunia yang lain kepadamu, tapi hanya kalau kau mengikutiku ke dalam pohon kenari ini.”
O-ah-o melambaikan tongkatnya ke pohon kenari, sebuah celah terbuka pada pohon itu. Sebuah cahaya terang keluar dari celah itu dan O-ah-o masuk ke dalam celah, sambil memberi tanda agar Kian mengikutinya.
Kian ragu mengikuti orang itu, tapi ia dapat melihat pemandangan indah di dalam pohon itu. Ada senuah rumah kecil dari kulit kenari. Rumah itu bersih dan rapi, berdiri di antara bukit-bukit yang dipenuhi tumbuh-tumbuhan dan bunga yang aneh. Sebuah sungai kecil mengalir di dekat rumah kecil itu. Seorang gadis cantik berpakaian dari daun-daunan sedang bermain di air. Rasa ingin tahu Kian masuk ke dalam pohon. Celah itu menutup ketika Kian dan O-ah-o sudah masuk ke dalam pohon kenari.
Gadis itu menyambut mereka. O-ah-o berkata, “Ini Pari, puteriku.” Pari mengajak Kian mengikuti mereka masuk ke rumah. Ia membatu ayahnya melepas turban dan sandalnya. Kemudian ia menyiapkan makanan untuk mereka.
O-ah-o pergi untuk membersihkan diri. Pari bertanya kepada Kian, “Mengapa kau mengikuti ayahku kemari?” Ketika Kian menceritakan petualangannya dan keinginannya untuk menjadi pembantu O-ah-o, Pari menjadi ketakutan.
“Kau dalam bahaya,” kata Pari. “Ayahku memang penyihir hebat tapi sihirnya membuatnya menjadi jahat. Ayahku telah mengajari banyak orang. Tapi ketika mereka sudah belajar dari ayahku, ayah membuat mereka tidur dan menaruh mereka dalam botol kaca di ruangan bawah tanah. Ia berencana, ketika ia sudah terlalu tua dan lelah untuk bekerja, ia akan menghidupkan mereka lagi dan memaksa mereka bekerja untuknya.”
Kian sangat ketakutan mendengar itu. Ia meminta Pari membantunya melarikan diri. Pari menjelaskan, hanya ayahnya yang dapat membuka celah di pohon kenari itu. Tapi ia punya rencana yang mungkin dapat menyelamatkan Kian. “Ayahku akan mengajarkan berbagai mantera sihir kepadamu. Berpura-puralah kamu tidak dapat mempelajari semuanya. Bila kau pura-pura bodoh dan tidak dapat mempelajari apa-apa, mungkin ia akan kesal dan melepaskanmu.
Kian mematuhi saran anak gadis O-ah-o. Selama beberapa bulan selanjutnya Kian pura-pura tidak mampu mempelajari senua ajaran penyihir itu. O-ah-o mengajarinya berubah menjadi berbagai jenis hewan, membaca pikiran orang lain, meramal masa depan... tapi tak satupun yang tampaknya  dapat dipelajari Kian. Makin keras O-ah-o mengajarinya, Kian tampak makin bodoh.
Beberapa bulan berlalu, Kian tidak dapat melakukan sihir apapun yang diajarkannya, O-ah-o akhirnya menyerah. Kian tidak ada gunanya bagi dirinya. Lebih baik ia mengusir pemuda yang bodoh itu.
“Nak, kamu sudah lama meninggalkan rumah,” kata sang penyihir. “Ibumu pasti khawatir. Mungkin lebih baik bila kau pulang dan melihat keadaan ibumu>”
Kian yang telah lama menunggu kesempatan untuk meninggalkan tempat itu, segera menyetujuinya. O-ah-o membuka celah di pohon. Kian mengucapkan selamat tinggal dan melangkah keluar.  O-ah-o berteriak, “Selamat jalan! Berbulan-bulan lamanya kau hanya menghabiskan masakan puteriku. Tak sedikitpun ajaranku dapat kauserap. Pergi dan jangan pernah kembali kemari!” Celah di pohon itu menutup kembali dengan suara berdegam.
Kian bergegas pulang ke rumahnya. Hatinya sedih melihat ibunya makin tua. Peternakannya pun tidak terurus. Hewan ternak pun sudah tidak ada lagi. “Aku senang kau pulang, nak, kata ibunya. “Tapi setelah perjalanan panjangmu mencari ilmu, ibu tidak punya makanan untukmu.”
Kian merasa bersalah telah meninggalkan ibunya. Ibunya menjadi miskin setelah ia pergi. Tapi ia tersenyum. “Jangan khawatir, bu. Aku punya rencana. Besok pagi, pergilah ke kandang. Di sana ada seekor kambing yang bagus dan sehat. Bawalah ke pasar. Juallah kambing itu seharga sepuluh keping emas, tapi jangan sampai kurang dari harga itu. Jangan lupa, lepaskan tali pengikatnya sebelum menyerahkannya kepada pembelinya dan bawalah tali  itu pulang.“
Walaupun tidak melihat puteranya pulang membawa kambing, si ibu setuju. Esok harinya, si ibu melihat kambing yang gagah di kandang yang kemarin kosong. Bulu kambing itu panjang, berkilau dan lembut. Matanya bersinar dan tanduknya besar dan kuat.
Si ibu pergi ke pasar membawa kambing itu. Banyak orang tertarik membeli kambing itu. Tapi ketika mendengar harganya, orang-orang urung membelinya.
Hari sudah hampir sore. Kambing itu belum terjual. Seorang tuan tanah kaya melihatnya dan mau membelinya sesuai harga yang diminta si ibu. Teman-temannya menasihatinya, harga kambing itu terlalu tinggi, tapi tuan tanah mengatakan bahwa ia belum pernah melihat kambing sebagus itu. Kambing itu akan menghasilkan keturunan yang baik, yang dapat dijual dengan harga tinggi pula.
Tuan tanah membayar sepuluh keping perak kepada si ibu. Ketika si ibu melepaskan tali pengikat kambing, tuan tanah terpaksa mencari tali yang lain, karena ibu tua itu bersikeras akan membawa pulang talinya. Ia kemudian berjalan pulang bersama teman-temannya sambil menuntun kambingnya.
Ketika tuan tanah sampai di tepi kota, kambing itu menyentakkan tali pengikatnya hingga lepas dan lari. Tuan tanah dibantu teman-temannya mengejarnya, tapi kambing itu menyusup ke semak berduri sehingga tidak dapat ditangkap. Kambing itu tiba-tiba berubah menjadi seekor tikus dan kembali ke pasar dan mencari si ibu yang tengah membeli bahan makanan dan kebutuhan lain. Tikus itu menyelinap ke barang-barang belanjaan ibu tua itu.
Setiba di rumah, si ibu meninggalkan belanjaannya, tidak sadar bahwa ia membawa pulang si tikus. Ketika si ibu tidak memperhatikan, tikus itu berubah menjadi seorang pemuda. Rupanya Kian berhasil mengubah dirinya menjadi kambing dan kemudian menjadi tikus berkat ajaran si penyihir.
Ibu tua itu dengan senang dan bangga menunjukkan bahan makanan yang dibelinya dari hasil penjualan kambing, tanpa menyadari bahwa kambing itu sebenarnya adalah puteranya sendiri.
Malam itu mereka makan sampai kenyang. Sebelum mereka pergi tidur, Kian meminta ibunya untuk pergi ke kandang anjing besok pagi.   Di sana akan ada seekor anjing. Kian meminta ibunya membawa anjing itu ke pasar seharga empat puluh keping perak, tidak kurang. Kian mengingatkan ibunya untuk membawa pulang kalung anjing itu.
Esok paginya, ibu tua pergi ke kandang anjing. Seperti katanya puteranya, di sana ada seekor anjing pemburu bertubuh besar. Punggungnya kuat dan kaki-kakinya panjang. Anjing itu ramah dan menurut saja ketika si ibu mengikatkan seutas tali pada kalungnya dan menuntunnya ke pasar. Orang-orang tertarik melihat anjing yang bagus itu. Mereka berusaha menawar agar si ibu mau menjual anjingnya lebih murah dari empat puluh keping perak, tapi si ibu tidak mau menurunkan harganya.
Akhirnya, seorang bangsawan mau membeli anjing itu sesuai harga yang diminya pemiliknya. Si ibu melepaskan tali pengikat dan si pembeli memasang tali lain agar anjing tidak melarikan diri.
Bangsawan itu membawa pulang anjingnya dengan bangga. Ketika mereka sudah jauh dari pasar, seekor kelinci melintas. Anjing itu menarik tali pengikatnya dan lari. Begitu terikan sang anjing sehingga sang bangsawan terjatuh. Dalam sekejap anjing itu tidak terlihat lagi.
Ketika tidak ada orang di sekitarnya, anjing berubah menjadi tikus dan menyelinap di antara barang belanjaan ibu tua dan kembali ke rumah.
Malam itu, Kian dan ibunya makan sampai kenyang dan tidur nyenyak. Mereka sudah mendapat cukup banyak uang sampai musim tanam tiba, tapi Kian ingin mendapatkan lebih banyak uang agar ibunya dapat hidup seperti bangsawan dan tidak perlu bekerja lagi.
Ketika akan pergi tidur, Kian meminta ibunya ke kandang kuda esok paginya. Kian minta ibunya menjual seekor kuda di pasar dengan harga seratus keping emas, tidak kurang. Tapi si ibu harus menjual kuda itu dengan harga tertingi.
“Ingat ya bu, jangan berikan tali pengikat kuda walaupun ada orang yang  mau menukarnya dengan sebuah kerajaan,” kata Kian.
Esok paginya, si ibu pergi ke kandang kuda dan menemukan seekor kuda jantan dengan kaki yang panjang berotot, leher yang indah dan bulu mengkilat.
“Kuda ini bagus sekali, tapi aku ragu ada orang mau membelinya seharga seratus keping emas,” kata si ibu dalam hati, tapi sesuai pesan Kian, si ibu hanya mau menjualnya dengan harga itu.
Hari itu seorang pangeran lewat di pasar dan melihat kuda istimewa itu. Ia ingin  memiliki kuda itu dan mau membayarnya sesuai harga yang diminta si ibu. Tapi sebelum pangeran dapat memberikan uangnya, muncul seorang pedagang kaya yang mau membeli kuda itu seharga lima ratus keping emas. Si ibu terkejut dengan  penawaran baru itu. Akhirnya si ibu menjual kuda itu dengan harga lima ratus keping emas kepada pedagang.
Pedagang itu melemparkan sekantung uang emas kepada si ibu. Kantung itu terlepas dari tangan si ibu. Kantung uang itu robek dan uang emas berhamburan ke tanah. Ibu tua itu sibuk mengumpulkan uangnya sehingga lupa pesan anaknya untuk mengambil tali pengikat kuda.
Pedagang melompat ke punggung kuda dan segera pergi. Ketika ibu tua itu selesai mengumpulkan uangnya, pedagang dan kudanya sudah lama pergi. Ibu itu teringat pesan anaknya, tapi ia kemudian berpikir, “Tidak apa-apa, apa artinya sepotong tali tua dibandingkan uang ini,” Ia lalu berjalan pulang membawa uangnya.
Ibu itu tidak tahu bahwa Kian puteranya terikat tali itu dan tetap berwujud kuda.
Ketika tiba di rumah, ibunya terkejut karena Kian tidak ada di rumah. Ia lebih terkejut lagi ketika membuka kantung uangnya. Semua uang emas itu telah berubah menjadi  kenari!
Sementara itu, ketika sudah keluar dari kota, kuda itu meringkik dan tiba-tiba mengangkat kaki depannya tinggi-tinggi, berusaha melemparkan penunggangnya. Tapi penunggang itu memegang tali pengikat kuda kuat-kuat dan menekankan tumitnya pada rusuk kuda dengan kasar. “Kau tidak perlu melemparkan aku,” bisiknya di telinga kuda.”
“Ini aku. O-ah-o,” lanjutnya. “Ketika mendengar seseorang menjual hewan di pasar dengan harga yang sangat tinggi, aku sudah curiga. Aku langsung mengenalimu walaupun kau berbentuk seekor kuda. Sekarang aku akan membawamu ke rumahku untuk mendapatkan pelajaran karena menipu aku!”
O-ah-o membawa kuda itu ke dalam pohon kenari dan mengikatnya di dekat rumahnya.
“Ini akibat ketamakanku karena menipu tiga orang di pasar,” kata Kian dalam hati. Ia sangat menyesal. “Sekarang aku akan dipaksa bekerja di ladang seperti layaknya hewan biasa. Dan aku tidak akan dapat berubah menjadi manusia kembali. Sihirku telah membuatku menjadi jahat seperti O-ah-o.”
O-ah-o memperingatkan Pari puterinya, “Hati-hati pada kuda ini, karena ia adalah Kian,  si penipu!” O-ah-o kemudian berkata kepada Pari, “Aku akan pergi mencari bajak agar Kian dapat segera bekerja di ladangku seperti layaknya seekor kuda. Jagalah jangan sampai ia terlepas.”
Pari sangat sedih melihat keadaan Kian. Ia membawakan makanan dan air untuk kuda itu sementara ayahnya belum kembali.
Pari melepaskan tali yang mengikat Kian untuk menyikat bulunya. Begitu tali terlepas, Kian mengucapkan matera dan berubah menjadi burung walet dan terbang ke pohon kenari. Ia mengucapkan mantera yang digunakan O-ah-o untuk membuka celah pada pohon itu. Burung walet terbang melalui celah itu.
Ketika O-ah-o tiba di depan pohon kenari, ia melihat burung walet terbang keluar melalui celah yang terbuka. Ia mengubah dirinya menjadi rajawali dan mengejar burung walet.
Walet kecil itu mengepakkan sayapnya sekuat tenaga, tapi rajawali sudah hampir menangkapnya. Kian melihat ke bawah. Ia berada di atas taman mawar sang raja. Ia melihat raja dan puterinya sedang beristirahat di sana. Kian memutuskan untuk bersembunyi di taman itu. Ia berubah menjadi bunga mawar dan bersembunyi di rumpun mawar yang ada di dekat sang puteri.
O-ah-o mengubah dirinya menjadi seorang pendeta tua. ia pergi ke gerbang taman dan mohon bertemu dengan raja. Raja mendengar ada pendeta tua di gerbang tamannya. Ia menyuruh pengawal untuk memberikan uang kepada pendeta itu.
“Hamba tidak ingin uang, Yang Mulia,” teriak O-ah-o dari balik gerbang. “Ijinkan hamba memetik bunga mawar yang berada tepat di atas kepala tuan puteri. Aku akan mendoakan kesehatan untuk tuan puteri.”
Raja yang baik hati itu mengabulkan permintaan sang pendeta. Tapi ketika tangan pendeta hampir menyentuh mawar, bunga itu berubah menjadi batu jamrud besar yang jatuh ke mahkota puteri. Raja terkejut melihat permata itu jatuh di mahkota puterinya.
Pendeta itu hendak mengambil batu jamrud itu, tapi permata itu berubah menjadi sebuah delima. Delima itu jatuh ke tanah dan merekah. Biji-bijinya yang berwarna merah berhamburan di sekeliling sandal emas sang puteri. Raja dan puterinya terpana ketika pendeta berubah menjadi ayam jantan yang dengan rakus mematuki biji delima. Dengan cepat ayam jantan memakan habis biji-biji delima. Ketika hanya tersisa sebutir, biji delima terakhir itu berubah menjadi seekor rubah, yang menerkam ayam jantan dan memakannya. Berakhirlah riwayat sang penyihir yang jahat.
Para pengawal raja yang menyaksikan semua keributan itu memasang anak panah di busur mereka untuk membunuh rubah. Kian harus melindungi dirinya agar tidak terkena anak panah, maka ia segera berubah menjadi wujud aslinya dan memohon perlindungan kepada raja, “Maafkan kelancangan hamba, Yang Mulia.Tapi tidak ada tempat lain untuk berlindung.” Kian mengisahkan  pengalamannya sejak bertemu dengan O-ah-o. Kian berjanji mengembalikan uang pemburu dan tuan tanah yang ditipunya di pasar.

Raja sangat terkesan dengan pengalaman dan kejujuran Kian. Ia setuju untuk menikahkan Kian dengan puterinya. Raja kagum dengan kemampuan sihir Kian dan mengangkatnya menjadi penyihir kerajaan dan menghadiahkan sejumlah uang untuk Kian dan ibunya yang cukup untuk hidup lebih dari berkecukupan sepanjang hidup mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar