Prabu Aji Saka memerintah di kerajaan Medang Kamulan setelah
berhasil menjatuhkan raja Dewata Cengkar ke laut selatan. Ia teringat abdi
setianya Sembada yang ditinggalkannya di
Nusa Majedi untuk menjaga pusakanya. Sudah saatnya Aji Saka mengambil pusaka
itu dan membawa Sembada ke Medang Kamulan.
Prabu Aji Saka lalu mengutus Dora, abdinya yang lain untuk
mengambil pusaka yang dijaga oleh Sembada itu.
Dora menemui yang
Sembada sudah menjadi sahabatnya selama
bertahun-tahun. Dora menceritakan bahwa Aji Saka, tuan mereka, sudah menjadi raja di kerajaan Medang Kamulan. Setelah bercakap-cakap
beberapa lamanya, Dora mengatakan bahwa tujuannya datang ke Nusa Majedi.
“Saudaraku, Prabu Aji Saka memintaku untuk mengambil pusaka
yang dititipkannya kepadamu. Prabu Aji Saka memintaku membawa pusaka itu ke Medang Kamulan.” kata Dora. "Prabu Aji Saka juga memintamu ikut ke Medang Kamulan bersamaku.
Sembada termenung sejenak lalu berkata, “Tuan Aji Saka
memintaku menjaga pusaka itu di sini. Ia melarangku memberikan pusaka itu kepada orang lain.
Hanya kepada tuan Aji Saka saja aku bisa menyerahkan pusaka itu.”
Sembada tidak mau kalah, “Prabu Aji Saka memintaku mengambil
pusaka itu darimu. Tuan juga memintaku membawamu ke istana Medang Kamulan. Aku hanya menjalankan perintah.”
“Aku juga menjalankan perintah tuanku Aji Saka. Aku hanya
akan menyerahkan pusaka itu kepada tuan Aji Saka, “ kata Dora tegas. “Kau tidak
bisa memaksaku menyerahkan pusaka tuanku kepadamu. Dan ingat, tempatku di sini karena Tuan menyuruhku menunggu di sini sampai Tuan datang. Jangan harap aku mau ikut denganmu tanpa perintah Tuan Aji Saka!”
Makin lama percakapan mereka menjadi makin sengit. Dora dan Sembada sama-sama berkeras berpegang pada perintah yang
mereka terima dari Aji Saka. Akhirnya mereka berkelahi untuk mempertahankan pendirian masing-masing.
Dora dan Sembada sudah lama bersahabat. Mereka juga memiliki
kesaktian yang hampir sama tingginya. Sekarang mereka berperang tanding untuk
mempertahankan perintah Aji Saka yang mereka terima tanpa pengetahuan yang lain.
Setelah pertempuran sengit selama beberapa hari, Dora dan Sembada sama—sama terluka, tapi terus bertempur. Orang-orang berdatangan karena mendengar suara gaduh. Mereka berusaha melerai, tapi Dora dan Sembada tidak menghiraukan. Akhirnya keduanya terluka parah dan kehabisan tenaga. Mereka meninggal dalam waktu yang hampir bersamaan. Penduduk sekitar memakamkan jasad kedua sahabat itu berdampingan.
Setelah pertempuran sengit selama beberapa hari, Dora dan Sembada sama—sama terluka, tapi terus bertempur. Orang-orang berdatangan karena mendengar suara gaduh. Mereka berusaha melerai, tapi Dora dan Sembada tidak menghiraukan. Akhirnya keduanya terluka parah dan kehabisan tenaga. Mereka meninggal dalam waktu yang hampir bersamaan. Penduduk sekitar memakamkan jasad kedua sahabat itu berdampingan.
Prabu Aji Saka menunggu Dora kembali ke Medang Kamulan.
Setelah berbulan-bulan menunggu, Dora tidak datang atau mengirim kabar. Prabu
Aji Saka memutuskan untuk pergi ke Nusa Majedi.
Setiba di Nusa Majedi, Prabu Aji Saka menemukan makam Dora
berdampingan dengan makam sahabatnya, Sembada. Prabu Aji Saka menangis sedih,
kedua abdinya yang setia tewas karena mempertahankan perintah yang diberikannya.
Seandainya dulu ia datang sendiri untuk meminta
kembali pusaka yang dititipkannya kepada Sembada, seandainya ia mengingat pesan
yang diberikannya kepada Sembada, kedua sahabat itu mungkin kedua abdi setia itu masih hidup dan membantunya memajukan kerajaan Medang Kamulan.
Dengan perasaan sedih dan
penyesalan mendalam, prabu Aji Saka membisikkan sebuah nyanyian
Hana caraka
Data sawala
Pada jayanya
Maga batanga
Yang artinya
Ada utusan
Keduanya
mengemban perintah
Sama saktinya dan tidak mau mengalah
Akhirnya
keduanya meninggal bersama
Baca kisah sebelumnya dalam Legenda Prabu Aji Saka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar